Ekonomi RI Tumbuh 5,12 Persen di Kuartal II-2025, Tapi Benarkah Ini Tanda Pemulihan Nyata?

avatar
· Views 37

Di tengah berbagai tantangan ekonomi yang masih membayangi masyarakat dan pelaku usaha, Indonesia justru mencatatkan lonjakan mengejutkan dalam pertumbuhan ekonominya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi nasional tumbuh 5,12 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal II-2025. Angka ini melampaui prediksi pasar yang memperkirakan pertumbuhan di kisaran 4,50 persen. Bahkan, capaian tersebut juga lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh 4,87 persen.


Dari sisi pertumbuhan kuartalan (quarter-to-quarter), ekonomi Indonesia juga menunjukkan pemulihan dengan mencatatkan pertumbuhan 4,04 persen, berbalik dari kontraksi 0,98 persen di kuartal I-2025. Namun, di balik angka yang tampak menggembirakan ini, sejumlah pertanyaan pun muncul: apakah pertumbuhan ini benar-benar mencerminkan kondisi ekonomi yang membaik di lapangan?



Ekonomi RI Tumbuh 5,12 Persen di Kuartal II-2025, Tapi Benarkah Ini Tanda Pemulihan Nyata?


Di Balik Pertumbuhan: Masih Banyak Tekanan

Meski pertumbuhan tampak impresif, para pengamat menilai bahwa tekanan ekonomi sebenarnya belum benar-benar mereda. Konsumsi rumah tangga masih belum sepenuhnya pulih, daya beli masyarakat di sejumlah daerah melemah, dan ekspor masih tertekan akibat kebijakan proteksionis dari negara mitra dagang.

Sebagian analis menduga lonjakan ini bisa jadi bersifat anomali, bukan hasil dari perbaikan struktural ekonomi. Faktor-faktor teknis seperti penyesuaian data statistik atau efek rebound jangka pendek kemungkinan turut berkontribusi. Selain itu, belanja pemerintah yang sempat rendah di awal tahun dan investasi yang baru mulai membaik di kuartal ini juga menunjukkan bahwa pemulihan belum merata.


Sektor Penggerak: Industri Pengolahan dan Investasi

Menurut BPS, pertumbuhan yang terjadi saat ini ditopang oleh membaiknya sejumlah sektor utama, terutama industri pengolahan yang kembali menjadi motor utama pertumbuhan. Di sisi lain, tren positif mulai terlihat di sektor investasi dan ekspor setelah periode perlambatan.

Namun demikian, para ekonom tetap mengingatkan bahwa fondasi pemulihan masih rentan. Ketergantungan pada belanja pemerintah, ketimpangan pertumbuhan antarwilayah, serta pelemahan konsumsi masyarakat kelas menengah ke bawah menjadi perhatian serius.


Sinyal Kontraksi dari Konsumsi dan Industri

Salah satu indikator krusial yang menunjukkan adanya pelemahan adalah penerimaan pajak. Setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)—dua indikator penting konsumsi—tercatat turun tajam sebesar 19,7 persen secara tahunan. Ini menunjukkan bahwa konsumsi domestik, yang selama ini menjadi penopang utama ekonomi nasional, sedang mengalami kontraksi.

Sektor otomotif juga mencerminkan tren yang sama. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil dari pabrik ke dealer (wholesales) turun 8,6 persen, sementara penjualan ritel ke konsumen menyusut 9,71 persen pada semester I-2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Tak hanya itu, sektor manufaktur pun belum menunjukkan tanda-tanda ekspansi. Purchasing Managers’ Index (PMI) versi S&P Global selama kuartal II-2025 konsisten berada di bawah angka 50, mengindikasikan bahwa sektor ini masih berada dalam fase kontraksi.


Para Ekonom: Banyak Hal yang Perlu Dipertanyakan

Kepala Ekonom BCA, David Sumual, menyoroti revisi data konsumsi rumah tangga pada kuartal I-2025 dari 4,89 persen menjadi 4,95 persen. Revisi ini dinilai memengaruhi interpretasi tren konsumsi kuartal II, yang sebenarnya stagnan. “Tanpa revisi itu, konsumsi bisa terlihat menurun. Tapi dengan revisi, seolah-olah flat. Ini cukup membingungkan,” ujar David.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, juga mempertanyakan konsistensi data investasi yang dinilai terlalu tinggi dibanding realitas di lapangan. Ia mencatat bahwa konsumsi pemerintah masih mengalami kontraksi 0,33 persen secara tahunan, dan menyebut pertumbuhan kali ini berpotensi bersifat temporer.

Senada, Bhima Yudhistira dari Center of Economic and Law Studies (Celios) menyoroti pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tinggi, meski tidak ada momen Lebaran penuh dalam periode April–Juni 2025. “Kuartal II cuma kebagian sedikit momen Lebaran. Jadi kalau konsumsi tinggi, rasanya janggal,” katanya.


Kesimpulan: Optimisme yang Perlu Diimbangi Kewaspadaan

Meski angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 terlihat sangat menjanjikan, berbagai indikator lain menunjukkan bahwa pemulihan masih belum merata. Dibutuhkan evaluasi lebih mendalam agar pertumbuhan ini tidak hanya sekadar angka, melainkan benar-benar mencerminkan perbaikan ekonomi yang dirasakan seluruh lapisan masyarakat.


#indonesia##Economy##FlashNews##BeritaBursa#

Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Quan điểm được trình bày hoàn toàn là của tác giả và không đại diện cho quan điểm chính thức của Followme. Followme không chịu trách nhiệm về tính chính xác, đầy đủ hoặc độ tin cậy của thông tin được cung cấp và không chịu trách nhiệm cho bất kỳ hành động nào được thực hiện dựa trên nội dung, trừ khi được nêu rõ bằng văn bản.

Bạn thích bài viết này? Hãy thể hiện sự cảm kích của bạn bằng cách gửi tiền boa cho tác giả.
avatar
Trả lời 0

Tải thất bại ()

  • tradingContest