
No. 27/194/DKom
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Agustus 2025 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,75%. Keputusan ini konsisten dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1%, terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah, dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dengan kapasitas perekonomian. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi sejalan dengan rendahnya prakiraan inflasi dengan tetap mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah. Sementara itu, kebijakan makroprudensial longgar terus diperkuat untuk mendorong kredit/pembiayaan, menurunkan suku bunga, dan meningkatkan likuiditas perbankan bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan ekonomi melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, penguatan struktur industri sistem pembayaran, dan penguatan daya tahan infrastruktur sistem pembayaran.
Arah bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk mempertahankan stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tersebut didukung dengan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut:
- Penguatan strategi operasi moneter pro-market guna makin memperkuat efektivitas transmisi penurunan suku bunga, meningkatkan likuiditas, mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing (valas), serta mendorong aliran masuk modal asing, dengan:
- memperkuat efektivitas transmisi penurunan suku bunga melalui penyesuaian struktur suku bunga instrumen moneter dan swap valas, dengan tetap menjaga daya tarik aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik;
- meningkatkan likuiditas di pasar uang dan perbankan melalui lelang Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) secara terukur dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder; dan
- memperkuat peran dealer utama untuk meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar;
- Penguatan strategi stabilisasi nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan fundamental melalui intervensi baik melalui transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik maupun transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri. Strategi ini disertai dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk meningkatkan likuiditas dan menjaga stabilitas pasar keuangan;
- Penguatan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM)-(Lampiran);
- Perluasan akseptasi digital melalui: (i) penguatan pemahaman pengguna dan merchant atas implementasi QRIS Antarnegara Indonesia-Jepang untuk koridor Indonesia Outbound, (ii) pengembangan QRIS Antarnegara Indonesia-Jepang untuk koridor Indonesia Inbound dan persiapan implementasi QRIS Antarnegara Indonesia-Tiongkok, serta (iii) memperluas implementasi QRIS Tanpa Pindai (TAP) melalui upaya peningkatan adopsi digital di berbagai sektor dan wilayah; dan
-
Penguatan dan perluasan kerja sama internasional di area kebanksentralan, termasuk dengan memperkuat konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal, serta memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.
Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah. Selain itu, Bank Indonesia terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Perekonomian dunia melemah sejalan dengan meluasnya implementasi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS). Sejak 7 Agustus 2025, tarif resiprokal AS meluas dari 44 negara menjadi 70 negara, dengan tarif kepada sebagian negara seperti India dan Swiss lebih tinggi dari pengumuman semula. Implementasi tarif resiprokal AS tersebut menimbulkan risiko akan semakin melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia. Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi dunia 2025 berpotensi lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sekitar 3,0%. Di AS, prospek pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan lebih rendah sejalan dengan melemahnya permintaan domestik. Ekonomi India juga melemah seiring dampak tarif AS yang lebih tinggi sehingga menekan kinerja ekspor dan sektor manufaktur. Sementara itu, ekonomi Eropa, Jepang, dan Tiongkok diprakirakan lebih baik seiring dengan kesepakatan tarif yang lebih rendah dan topangan belanja fiskal. Kecenderungan pertumbuhan yang lebih rendah dan menurunnya inflasi mendorong sebagian besar bank sentral menempuh kebijakan moneter yang akomodatif, kecuali Jepang. Di AS, tekanan inflasi yang cenderung menurun mendorong semakin kuatnya ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) ke depan. Meskipun demikian, dalam jangka pendek ketidakpastian pasar keuangan global masih berlanjut dan perlu tetap diwaspadai guna menjaga ketahanan ekonomi domestik dari dampak rambatan global.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2025 lebih baik dari prakiraan. Ekonomi triwulan II 2025 tumbuh sebesar 5,12% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi triwulan I 2025 sebesar 4,87% (yoy). Kenaikan pertumbuhan ekonomi ditopang oleh investasi sejalan dengan penanaman modal yang tumbuh positif dan konsumsi rumah tangga seiring lebih tingginya mobilitas masyarakat. Ekspor barang dan jasa juga meningkat dipengaruhi oleh front-loading ekspor ke AS sebagai antisipasi pengenaan tarif serta kenaikan kunjungan wisatawan mancanegara. Secara sektoral, seluruh Lapangan Usaha (LU) juga membaik, termasuk LU Industri Pengolahan, LU Perdagangan, serta LU Informasi dan Komunikasi. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah meningkat, dimana wilayah Jawa mencatat pertumbuhan tertinggi. Pada semester II 2025, pertumbuhan ekonomi diprakirakan membaik didorong oleh tetap positifnya kinerja ekspor dan meningkatnya permintaan domestik sejalan dengan ekspansi belanja Pemerintah. Dengan realisasi triwulan II 2025 tersebut, secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi tahun 2025 diprakirakan akan berada di atas titik tengah kisaran 4,6–5,4%. Sinergi dan koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi sesuai dengan kapasitas perekonomian nasional. Dalam kaitan ini, belanja Pemerintah termasuk melalui implementasi program prioritas Pemerintah, dapat memberikan dukungan terhadap peningkatan kegiatan ekonomi domestik. Dari sisi Bank Indonesia, bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran terus dioptimalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan rendahnya inflasi dan terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap baik dan mendukung ketahanan eksternal perekonomian. Pada triwulan II 2025, defisit transaksi berjalan diprakirakan tetap rendah ditopang oleh surplus neraca perdagangan barang yang pada Juni 2025 mencatat surplus sebesar 4,1 miliar dolar AS, didukung oleh ekspor berbasis sumber daya alam dan produk manufaktur. Pada triwulan III 2025, aliran masuk investasi portofolio ke SBN terus belanjut dimana pada Juli dan Agustus 2025 (hingga 15 Agustus 2025) mencatat net inflows masing-masing sebesar 1,0 miliar dolar AS. Perkembangan positif juga terjadi di pasar saham yang mulai mencatat net inflows pada Agustus 2025 seiring perbaikan prospek perekonomian Indonesia dan tren penurunan suku bunga. Posisi cadangan devisa pada akhir Juli 2025 tetap tinggi sebesar 152,0 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. NPI 2025 diprakirakan tetap baik ditopang defisit transaksi berjalan yang rendah dalam kisaran defisit 0,5% sampai dengan 1,3% dari PDB dan surplus transaksi modal dan finansial yang berlanjut, di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi.
Nilai tukar Rupiah tetap stabil dengan kecenderungan menguat didukung kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan berlanjutnya aliran masuk modal asing. Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS pada Agustus 2025 (hingga 19 Agustus 2025) menguat sebesar 1,29% (ptp) dibandingkan dengan posisi akhir Juli 2025. Perkembangan nilai tukar ini didukung oleh konsistensi kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan berlanjutnya aliran masuk modal asing, terutama ke instrumen SBN, serta meningkatnya konversi valas ke Rupiah oleh eksportir seiring penerapan penguatan kebijakan Pemerintah terkait Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA). Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan stabil dengan kecenderungan menguat didukung komitmen Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik. Bank Indonesia terus memperkuat respons kebijakan stabilisasi, termasuk intervensi terukur di pasar off-shore NDF dan strategi triple intervention pada transaksi spot, DNDF, dan SBN di pasar sekunder. Seluruh instrumen moneter juga terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI), untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk investasi portofolio asing dan mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah.
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juli 2025 tetap terjaga rendah dan mendukung stabilitas perekonomian. Inflasi IHK Juli 2025 tercatat tetap rendah sebesar 2,37% (yoy) ditopang inflasi inti dan administered prices (AP) yang menurun, serta inflasi volatile food (VF) yang terkendali. Inflasi inti turun menjadi 2,32% (yoy), dipengaruhi konsistensi suku bunga kebijakan moneter dalam mengarahkan ekspektasi inflasi sesuai dengan sasarannya serta imported inflation dan harga pangan global yang rendah. Inflasi kelompok VF terkendali sebesar 3,82% (yoy) didukung oleh terjaganya kecukupan pasokan komoditas pangan utama dan eratnya sinergi pengendalian inflasi oleh Tim Pengendalian Inflasi Pusat/Daerah (TPIP/TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Sementara itu, inflasi kelompok AP menurun menjadi 1,32% (yoy). Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi tahun 2025 dan 2026 tetap terjaga rendah dalam sasaran 2,5±1%. Inflasi inti diprakirakan tetap rendah seiring ekspektasi inflasi yang terjangkar dalam sasaran, kapasitas ekonomi yang masih besar, imported inflation yang terkendali, dan dampak positif dari digitalisasi. Selain itu, inflasi VF diprakirakan terkendali didukung oleh sinergi pengendalian inflasi Bank Indonesia dengan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Bank Indonesia terus mengoptimalkan strategi operasi moneter pro-market untuk memperkuat transmisi penurunan suku bunga dari BI-Rate ke suku bunga pasar uang dan perbankan. Penurunan BI Rate sebesar 100bps sejak September 2024 telah diikuti penurunan suku bunga di pasar uang, meskipun langkah lebih lanjut perlu ditempuh untuk mempercepat penurunan suku bunga perbankan. Di pasar uang, sejalan dengan penurunan BI-Rate pada Juli 2025 dan operasi moneter Bank Indonesia, suku bunga INDONIA terus menurun dari sebelum pengumuman penurunan BI-Rate pada Juli sebesar 5,14% menjadi 4,78% pada 19 Agustus 2025. Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga menurun dari masing-masing sebesar 5,85%; 5,86%; dan 5,87% sebelum penurunan BI-Rate pada Juli 2025 menjadi 5,28%; 5,32%; dan 5,34% pada tanggal 15 Agustus 2025. Imbal hasil SBN untuk tenor 2 tahun menurun dari 5,86% menjadi 5,54%, sementara untuk tenor 10 tahun menurun dari 6,56% menjadi 6,40%. Suku bunga deposito 1 bulan juga mulai menurun, yakni dari 4,85% pada Juni 2025 menjadi 4,75% pada Juli 2025. Sementara itu, penurunan suku bunga kredit perbankan masih berjalan lambat. Pada Juli 2025, suku bunga kredit tercatat sebesar 9,16%, masih relatif sama dengan bulan sebelumnya. Bank Indonesia memandang suku bunga kredit perbankan perlu terus menurun sehingga dapat mendorong peningkatan penyaluran kredit/pembiayaan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Strategi operasi moneter pro-market terus dioptimalkan untuk mendukung peningkatan likuiditas di pasar uang dan perbankan. Dalam kaitan ini, volume lelang dan posisi SRBI terus diturunkan. Hingga 15 Agustus 2025, total posisi instrumen SRBI tercatat sebesar Rp720,01 triliun, menurun dari Rp916,97 triliun pada awal Januari 2025. Untuk mendukung ekspansi likuiditas, operasi moneter juga diarahkan pada tenor yang lebih pendek. Implementasi dealer utama (primary dealer) sejak Mei 2024 juga makin meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar. Sementara itu, posisi instrumen SVBI dan SUVBI pada 15 Agustus 2025 tercatat masing-masing sebesar 4,56 miliar dolar AS dan 460 juta dolar AS. Untuk memperkuat ekspansi likuiditas kebijakan moneter, Bank Indonesia juga melakukan pembelian SBN dari pasar sekunder, sekaligus mencerminkan sinergi erat antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal Pemerintah. Selama tahun 2025 (hingga 19 Agustus 2025), Bank Indonesia telah membeli SBN sebesar Rp186,06 triliun, yaitu melalui pasar sekunder sebesar Rp137,80 triliun dan pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah, sebesar Rp48,26 triliun. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan strategi operasi moneter pro-market untuk meningkatkan likuiditas dan efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap mencapai sasaran inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.
Kredit perbankan masih perlu terus ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Kredit perbankan pada Juli 2025 tumbuh sebesar 7,03% (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada Juni 2025 sebesar 7,77% (yoy). Dari sisi penawaran, di tengah penurunan suku bunga moneter, pelonggaran likuiditas, dan insentif kebijakan makroprudensial yang ditempuh Bank Indonesia, perilaku perbankan cenderung berhati-hati dalam menyalurkan kredit, antara lain tecermin pada standar penyaluran kredit (lending standard) yang meningkat. Perbankan lebih memilih menempatkan kelebihan likuiditas pada surat-surat berharga. Longgarnya likuiditas perbankan tersebut juga ditopang oleh pertumbuhan DPK pada Juli 2025 yang meningkat menjadi 7,00% (yoy) seiring ekspansi keuangan Pemerintah. Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit lebih banyak ditopang oleh sektor-sektor yang berorientasi ekspor, khususnya pertambangan dan perkebunan, serta sektor transportasi, industri, dan jasa sosial. Secara keseluruhan, perlambatan kredit mencerminkan permintaan dari pelaku usaha yang belum kuat dan cenderung menggunakan pembiayaan internal bagi usahanya. Berdasarkan penggunaan, pertumbuhan kredit konsumsi dan kredit modal kerja belum kuat yang masing-masing tumbuh sebesar 8,11% (yoy) dan 3,08% (yoy) sedangkan kredit investasi tumbuh tinggi sebesar 12,42% (yoy) sejalan dengan tingginya pertumbuhan investasi. Sementara itu, pembiayaan syariah tumbuh sebesar 8,31% (yoy), sedangkan pertumbuhan kredit UMKM masih rendah sebesar 1,82% (yoy). Ke depan, Bank Indonesia akan terus mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan, termasuk melalui kebijakan makroprudensial yang longgar dan mempererat koordinasi dengan KSSK. Secara keseluruhan, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan pada 2025 berada dalam kisaran 8-11%.
Bank Indonesia terus memperkuat implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan. Hingga minggu pertama Agustus 2025, total insentif KLM mencapai Rp384 triliun, yang disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp171,5 triliun, bank BUSN sebesar Rp169,2 triliun, BPD sebesar Rp37,2 triliun, dan KCBA sebesar Rp5,7 triliun. Secara sektoral, insentif KLM disalurkan kepada sektor-sektor prioritas yakni Pertanian, Real Estate, Perumahan Rakyat, Konstruksi, Perdagangan dan Manufaktur, Transportasi, Pergudangan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta UMKM, Ultra Mikro, dan Hijau. Ke depan, kebijakan KLM akan terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan melalui optimalisasi insentif pada sektor yang berkontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja serta selaras dengan program-program Asta Cita Pemerintah.
Ketahanan perbankan tetap kuat dan mendukung stabilitas sistem keuangan. Permodalan terjaga pada level tinggi, likuiditas perbankan tetap memadai, dan risiko kredit rendah. Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan pada Juni 2025 tetap tinggi sebesar 25,81% sehingga masih mampu untuk menyerap risiko. Sementara itu, likuiditas perbankan juga terjaga yang tecermin dari tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 27,08% pada Juli 2025. Rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) perbankan terjaga rendah sebesar 2,22% (bruto) dan 0,84% (neto) pada Juni 2025. Hasil stress test Bank Indonesia juga menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat, ditopang oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi global dan domestik yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital pada Juli 2025 tetap baik didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal. Dari sisi transaksi, pembayaran digital pada Juli 2025 meningkat di seluruh komponen sehingga tumbuh 45,30% (yoy) dan mencapai 4,44 miliar transaksi. Sejalan peningkatan jumlah pengguna dan merchant, volume transaksi aplikasi mobile dan internet meningkat masing-masing sebesar 26,07% (yoy) dan 12,68% (yoy), termasuk volume transaksi pembayaran digital melalui QRIS yang tumbuh tinggi 162,77% (yoy). Dari sisi infrastruktur, volume transaksi ritel yang diproses melalui BI-FAST tumbuh 37,56% (yoy) sehingga mencapai 414,62 juta transaksi, dengan nilai mencapai Rp1.016,48 triliun di sepanjang Juli 2025. Volume transaksi nilai besar yang diproses melalui BI-RTGS tercatat sebanyak 959,32 ribu transaksi dengan nilai sebesar Rp19.791,94 triliun di sepanjang Juli 2025. Sementara dari sisi pengelolaan uang Rupiah, Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) tumbuh 9,68% (yoy) menjadi Rp1.141,83 triliun pada Juli 2025.
Stabilitas sistem pembayaran tetap terjaga, juga ditopang oleh infrastruktur yang stabil dan struktur industri yang sehat. Infrastruktur yang stabil tecermin pada penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (SPBI) yang lancar dan andal serta kecukupan pasokan uang dalam jumlah dan kualitas yang memadai pada Juli 2025. Struktur industri yang sehat tergambar pada interkoneksi antarpelaku dalam sistem pembayaran yang terus menguat dan diikuti oleh ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD) yang meluas. Transaksi pembayaran berbasis Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) juga meningkat sejalan dengan perluasan tingkat adopsi. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memastikan ketersediaan, keandalan, dan keamanan infrastruktur SPBI, baik ritel maupun wholesale, serta infrastruktur sistem pembayaran industri. Bank Indonesia terus menjaga ketersediaan uang Rupiah dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang layak edar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk daerah Terdepan, Terluar, dan Terpencil (3T).
Jakarta, 20 Agustus 2025
Departemen Komunikasi
Junanto Herdiawan
Direktur Eksekutif
Pembayaran digital terdiri atas transaksi melalui aplikasi mobile dan internet.
Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Quan điểm được trình bày hoàn toàn là của tác giả và không đại diện cho quan điểm chính thức của Followme. Followme không chịu trách nhiệm về tính chính xác, đầy đủ hoặc độ tin cậy của thông tin được cung cấp và không chịu trách nhiệm cho bất kỳ hành động nào được thực hiện dựa trên nội dung, trừ khi được nêu rõ bằng văn bản.
Tải thất bại ()