Rp320 Triliun Hilang dalam 24 Jam: Likuidasi Kripto Terbesar 2025

Pasar aset digital mengalami guncangan terbesar sepanjang tahun. Dalam 24 jam pada 11 Oktober 2025, lebih dari US$19,29 miliar atau sekitar Rp320,5 triliun posisi kripto terlikuidasi. Peristiwa ini langsung mengguncang komunitas global dan menjadi pengingat keras tentang rapuhnya pasar dengan leverage tinggi.

Pemicu Utama: Tarif Impor AS ke Tiongkok

Gelombang likuidasi ini terjadi setelah keputusan mengejutkan Presiden AS untuk memberlakukan tarif impor 100% terhadap produk asal Tiongkok. Sentimen pasar langsung berubah menjadi risk-off, mendorong investor keluar dari aset berisiko. Bitcoin anjlok dari US$112.500 ke US$104.900, sementara Ethereum, BNB, hingga Solana mencatat koreksi dua digit.

Menurut data pasar, lebih dari 1,6 juta posisi trader di berbagai bursa terpaksa ditutup secara paksa akibat margin call. Likuidasi terbesar bahkan tercatat mencapai ratusan juta dolar hanya dari satu transaksi tunggal.

Pasar Terlalu Penuh Posisi Spekulatif

Fenomena ini memperlihatkan sisi rapuh dari pasar kripto modern yang didominasi leverage besar dan spekulasi ekstrem. Ketika sentimen berubah mendadak, efek domino tak terelakkan. Banyak pengamat menyebut ini sebagai “reset alami” yang membersihkan posisi berisiko tinggi — membuka peluang tren baru bagi pelaku yang lebih disiplin.

Di Indonesia, Regulasi Justru Semakin Kuat

Menariknya, di tengah guncangan global, regulasi kripto di Indonesia justru terus menguat. PT Central Finansial X (CFX) baru saja memperbarui daftar aset kripto legal yang dapat diperdagangkan di Tanah Air menjadi 1.442 token, naik dari 1.414 bulan lalu.

Langkah ini merupakan implementasi POJK Nomor 27 Tahun 2024, yang memberi wewenang kepada CFX untuk meninjau dan memperbarui Daftar Aset Kripto (DAK) secara berkala. Tujuannya: menjaga keamanan transaksi dan memberikan kepastian hukum bagi pelaku industri. Beberapa token baru yang masuk berfokus pada sektor AI, DeFi, dan tokenisasi aset nyata.

Pelajaran untuk Trader Indonesia

Bagi trader di Indonesia, dua peristiwa ini menunjukkan kontras yang jelas. Di satu sisi, regulasi memberikan pondasi yang lebih kuat untuk industri kripto domestik. Namun di sisi lain, risiko global tetap dapat menyapu pasar lokal dengan cepat.

Rekomendasi praktis:
1. Batasi penggunaan leverage, terutama saat berita geopolitik besar muncul.
2. Pasang stop loss yang disiplin dan tentukan batas risiko harian.
3. Pantau sentimen dan kalender ekonomi internasional yang berpotensi memicu gejolak pasar.

FAQ: Kripto di Indonesia (2025 Update)

1. Apakah aset kripto legal di Indonesia?
Ya. Berdasarkan regulasi dari Bappebti dan OJK, aset kripto diakui sebagai komoditas digital yang boleh diperdagangkan di bursa berizin, bukan sebagai alat pembayaran resmi.

2. Siapa yang mengawasi perdagangan kripto di Indonesia?
Pengawasan dilakukan oleh Bappebti, sementara regulasi lebih luas terkait aset keuangan digital diatur oleh OJK melalui POJK No. 27/2024.

3. Apakah semua token boleh diperdagangkan?
Tidak. Hanya token yang masuk dalam Daftar Aset Kripto (DAK) yang disusun oleh CFX dan disetujui regulator. Hingga Oktober 2025, ada 1.442 token legal.

4. Bagaimana pajak atas transaksi kripto di Indonesia?
Transaksi aset kripto dikenakan PPh final 0,1% dan PPN 0,11%, dipungut langsung oleh bursa dan disetorkan ke negara.

5. Apakah kripto di Indonesia aman untuk investor ritel?
Aman selama menggunakan bursa terdaftar resmi, mematuhi regulasi, dan menerapkan manajemen risiko. Investor tetap disarankan memahami volatilitas dan tidak berinvestasi melebihi kemampuan.