
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pembangunan Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) tidak hanya berorientasi pada keuntungan finansial, tetapi juga memiliki misi penting dalam menggerakkan perekonomian daerah di sepanjang jalur yang dilalui proyek tersebut.
“Pernyataan Presiden Jokowi ada benarnya, karena proyek Whoosh memang memiliki misi regional development,” ujar Purbaya di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Ia menilai, sejauh ini Whoosh belum optimal dalam mengembangkan kawasan sekitar jalur kereta cepat. Karena itu, pemerintah diharapkan dapat memperkuat potensi ekonomi di titik-titik pemberhentian agar pertumbuhan daerah lebih merata.
Pernyataan Purbaya ini sejalan dengan penjelasan Presiden Joko Widodo sebelumnya, yang menegaskan bahwa Whoosh dibangun bukan untuk mengejar laba, melainkan sebagai investasi sosial bagi masyarakat. Jokowi menilai, pembangunan transportasi massal seperti Whoosh, MRT, dan LRT bertujuan mengurangi kemacetan parah di kawasan Jabodetabek dan Bandung yang menimbulkan kerugian ekonomi hingga lebih dari Rp100 triliun per tahun.
“Transportasi umum seperti Whoosh tidak diukur dari keuntungan finansial, tapi dari manfaat sosial seperti penurunan emisi, peningkatan produktivitas, efisiensi waktu, dan pengurangan polusi. Jika ada subsidi, itu adalah investasi,” tegas Jokowi.
Tantangan Pembiayaan dan Restrukturisasi Utang
Di balik manfaat sosialnya, proyek Whoosh memiliki beban keuangan besar. Total utang proyek mencapai sekitar USD 7,27 miliar atau sekitar Rp120 triliun, dengan 75 persen dibiayai pinjaman dari China Development Bank (CDB) berbunga 2 persen per tahun dengan tenor 40 tahun.
Namun, proyek ini mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sekitar USD 1,2 miliar, disertai bunga tambahan lebih dari 3 persen per tahun. Direktur Utama PT KAI, Didiek Hartantyo, menjelaskan pinjaman tambahan sebesar USD 542,7 juta digunakan untuk menutup kelebihan biaya tersebut, di mana 75 persen ditanggung oleh konsorsium Indonesia dan sisanya melalui Penyertaan Modal Negara (PMN).
Untuk mengurangi beban fiskal, pemerintah Indonesia dan China telah sepakat memperpanjang tenor utang menjadi 60 tahun. Meski begitu, Purbaya menegaskan dirinya tidak terlibat langsung dalam negosiasi, karena restrukturisasi ini ditangani oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dan Dewan Ekonomi Nasional.
“Saya biarkan mereka selesaikan secara business to business. Kalau sudah ada kesepakatan, berarti bagus,” katanya di Gedung Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis (23/10/2025).
Menurutnya, pengelolaan utang sebaiknya dilakukan di bawah Danantara, lembaga investasi yang menaungi sejumlah BUMN strategis termasuk PT KAI. Dengan demikian, beban pembiayaan proyek tidak langsung membebani APBN.
“KCIC di bawah Danantara sudah punya manajemen dan dividen besar, rata-rata Rp80 triliun per tahun. Mereka seharusnya bisa mengelola dari sana,” jelasnya.
Langkah Lanjut dan Sikap China
COO Danantara, Dony Oskaria, menambahkan bahwa pihaknya masih mencari opsi terbaik untuk restrukturisasi utang Whoosh agar tidak memberatkan PT KAI. Ia menegaskan, keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah.
“Kami akan memastikan layanan publiknya tetap berjalan baik, sambil menyiapkan negosiasi dengan pihak kreditur China,” kata Dony.
Ia juga menekankan bahwa komunikasi dengan pihak China berjalan positif, dan Danantara siap melaksanakan arahan presiden dalam penyelesaian proyek strategis nasional ini.
Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Quan điểm được trình bày hoàn toàn là của tác giả và không đại diện cho quan điểm chính thức của Followme. Followme không chịu trách nhiệm về tính chính xác, đầy đủ hoặc độ tin cậy của thông tin được cung cấp và không chịu trách nhiệm cho bất kỳ hành động nào được thực hiện dựa trên nội dung, trừ khi được nêu rõ bằng văn bản.


Tải thất bại ()