
Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menyampaikan kekecewaanya terhadap pengetatan aturan kemasan tembakau.
Ketua Umum FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS, menjelaskan sebelumnya aksi unjuk rasa ini telah membuahkan audiensi, di mana Kemenkes diwakili oleh Ketua Tim Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau, Benget Saragih, hadir menemui perwakilan FSP RTMM-SPSI dan menghasilkan keputusan bahwa Kemenkes akan mempertimbangkan kembali aturan ini.
"Secara lisan yang kami dengar saat perwakilan kami tanggal 10 Oktober diterima masuk oleh Kemenkes, dikatakan bahwa tidak dan/atau belum ada rencana penyeragaman kemasan. Namun demikian, sampai saat ini kami belum diundang kembali untuk membahas Rancangan permenkes tersebut sesuai janji dan kesepakatan tertulis," kata dia dalam keterangannya, ditulis Rabu (30/10/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan tetapi, Sudarto mengatakan pihaknya mendapat informasi terbaru bahwa Kemenkes tetap akan mendorong aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Di mana Kemenkes tetap akan mewajibkan keseragaman warna kemasan dan logo, serta penulisan merek menggunakan huruf yang sama.
Tentu, keputusan ini mengecewakan FSP RTMM-SPSI karena hal ini membuktikan bahwa Kemenkes abai dengan suara mereka dan tetap mendorong aturan yang akan merugikan industri tembakau untuk memasarkan produk legalnya. "Kalau penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek ini dipaksakan maka akan bertabrakan dengan aturan Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di mana identitas merek telah dilindungi secara hukum," ujar dia.
Sudarto juga melihat aturan ini bertentangan dengan Asta Cita pemerintahan baru Prabowo-Gibran yang akan mendorong target pertumbuhan ekonomi hingga 8% sampai akhir masa jabatan. Karena kebijakan ini berpotensi mematikan seluruh ekosistem industri tembakau, imbasnya secara ekonomi mencakup penurunan penerimaan cukai hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran yang tidak boleh dipandang sebelah mata.
"Seharusnya, setiap kebijakan dan regulasi harus memperhatikan dampaknya, di mana seharusnya tidak semakin menyengsarakan kelompok bawah wong cilik yang paling lemah," ucapnya.
Sudarto juga mengingatkan bahwa mandat Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023 hanya terkait penerapan graphic health warning (GHW) sebesar 50% dan Rancangan Permenkes semestinya tidak melenceng dari aturan yang semestinya diterapkan. "Wewenang Kemenkes harusnya sesuai UU Nomor 17/2023, yaitu hanya mengatur pengaturan peringatan kesehatan sebesar 50% saja," serunya.
Melihat dampak ini, Sudarto berharap pemerintahan baru Prabowo-Gibran yang baru saja dilantik beberapa hari yang lalu dapat melindungi mereka dan secara tegas membatalkan aturan penyeragaman kemasan rokok polos tanpa merek yang akan berimbas pada sektor tembakau.
"Kami berharap pemerintahan baru dapat menjaga komitmen dan konsistensinya dengan tidak mengambil kebijakan yang menimbulkan polemik besar di masyarakat di saat gelombang PHK terus terjadi. Ini sangat kami sesalkan di mana aturan pemerintah tidak berpihak pada tenaga kerja," tutup Sudarto.
(kil/kil)Được in lại từ detik_id, bản quyền được giữ lại bởi tác giả gốc.
Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Nội dung trên chỉ đại diện cho quan điểm của tác giả hoặc khách mời. Nó không đại diện cho quan điểm hoặc lập trường của FOLLOWME và không có nghĩa là FOLLOWME đồng ý với tuyên bố hoặc mô tả của họ, cũng không cấu thành bất kỳ lời khuyên đầu tư nào. Đối với tất cả các hành động do khách truy cập thực hiện dựa trên thông tin do cộng đồng FOLLOWME cung cấp, cộng đồng không chịu bất kỳ hình thức trách nhiệm nào trừ khi có cam kết rõ ràng bằng văn bản.
Website Cộng đồng Giao Dịch FOLLOWME: www.followme.asia
Tải thất bại ()