
Dewan Negara Produsen Minyak Kelapa Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC) sepakat memperpanjang ad hoc joint task force terkait UU Anti Deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR). Ketua task force kini diserahkan dari Indonesia ke Malaysia.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, Malaysia akan memimpin selama satu tahun ke depan. Hal ini diputuskan dalam pelaksanaan Ministerial Meeting CPOC di Jakarta hari ini.
"Indonesia dan Malaysia sepakat untuk melanjutkan ad hoc dari joint task force tentang EUDR, di mana EUDR parlemen Eropa telah memperpanjang satu tahun (implementasinya) dan selanjutnya juga tadi telah diserahterimakan dari keketuaan Indonesia ke Malaysia untuk periode satu tahun ke depan," kata Airlangga dalam Press Conference 12th Ministerial Meeting of CPOC di Four Seasons Hotel, Jakarta Selatan, Jumat (29/11/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Airlangga, CPOC akan melanjutkan pendekatan mereka ke Uni Eropa terkait EUDR. Sebagai informasi, regulasi yang tadinya akan diterapkan 2025 itu membuat sejumlah komoditas, termasuk sawit dipersulit masuk Uni Eropa karena alasan lingkungan.
Namun, penerapan aturan tersebut diusulkan diundur selama satu tahun. Airlangga menegaskan Indonesia dan Malaysia sudah memiliki sertifikasi nasional untuk mengatur keberlanjutan di sektor sawit.
Indonesia memiliki Indonesian Sustainable Palm Oil system (ISPO), sementara Malaysia punya Malaysian Sustainable Palm Oil system (MSPO). Sayangnya EUDR tidak mengakui satu standar yang menjadi acuan.
"Saya pikir kami lanjutkan pekerjaan untuk mendekati Uni Eropa, dan saya percaya bahwa isu keberlanjutan dan isu standar, Indonesia sebenarnya memiliki ISPO dan Malaysia MSPO. Jadi harus memiliki standar dan pengetahuan yang sama, seperti standar Eropa dan RSPO. Bahkan saat ini di EUDR tidak mengakui RSPO, jadi setidaknya mereka harus mengakui satu standar, tidak bisa terbuka," sambung dia.
Isu lainnya yang dipersoalkan Uni Eropa adalah traceability, atau bagaimana tahapan minyak kelapa sawit dibuka. Menurut Airlangga, Indonesia dan Malaysia sebenarnya siap jika diminta Uni Eropa menyediakan data-data yang dibutuhkan.
"Isu traceability, kita harus setuju dengan mekanisme, karena ada mekanisme yang disediakan di Malaysia dan Indonesia. Kita memiliki dashboard dan sebagainya, meskipun mereka ingin mengambil data langsung produsen, kita tidak mau, tapi jika mereka ingin mendapatkan akses terhadap data tersebut, itu tersedia melalui platform yang telah kita siapkan," bebernya.
Airlangga menegaskan, Indonesia dan Malaysia adalah negara yang berdaulat sehingga negara lain tidak bisa memaksakan aturan hukum mereka diterapkan secara paksa.
"Kita negara yang berdaulat, negara lain tidak bisa mengekspor undang-undang mereka ke negara lain," tegasnya.
Sementara itu, Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Johari Abdul Ghani menyebut Industri besar sawit di Malaysia dan Indonesia sebenarnya siap terhadap EUDR. Masalahnya banyak produsen skala kecil yang perlu diperhatikan.
"Saya diberitahu oleh Pak Airlangga, di Indonesia mereka memiliki 2,5 juta produsen skala kecil. D Malaysia kita memiliki hampir 450.000 produsen skala kecil," tutup Johari.
(ily/ara)作者:Ilyas Fadilah -,文章来源detik_id,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:以上内容仅代表作者或嘉宾的观点,不代表 FOLLOWME 的任何观点及立场,且不代表 FOLLOWME 同意其说法或描述,也不构成任何投资建议。对于访问者根据 FOLLOWME 社区提供的信息所做出的一切行为,除非另有明确的书面承诺文件,否则本社区不承担任何形式的责任。
FOLLOWME 交易社区网址: www.followme.asia
加载失败()