Bukan Kenaikan PPN, Kemenperin Sebut Aturan Ini yang Ditakuti Industri

avatar
· Lượt xem 53
Bukan Kenaikan PPN, Kemenperin Sebut Aturan Ini yang Ditakuti Industri
Ilustrasi/Foto: Freepik/Lifestylememory
Jakarta

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan pelaku industri dalam negeri sudah menerima dengan baik rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 2025 nanti.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menjelaskan bersamaan dengan kenaikan tarif PPN itu, pemerintah sudah menyiapkan berbagai insentif yang dirasa mampu meringankan beban pelaku industri.

Misalkan saja insentif PPh untuk industri padat karya, perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% untuk UMKM dan subsidi bunga bagi pembiayaan revitalisasi mesin industri padat karya, dan lain sebagainya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bagi industri manufaktur Indonesia, isu soal kenaikan PPN (jadi) 12% itu bisa diterima oleh industri. Apalagi dengan adanya paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah berupa berbagai insentif," kata Febri dalam acara Konferensi Pers IKI Desember 2024 di Kantor Kemenperin, Senin (30/12/2024).

Selain itu, menurutnya kenaikan PPN jadi 12% dapat diatasi pelaku industri dengan menaikkan harga jual produk. Di saat yang bersamaan mereka juga bisa menurunkan utilisasi kapasitas produksi dikisaran 2-3%.

ADVERTISEMENT

"Sebagai ilustrasi, misalkan ada produk manufaktur yang diproduksi sebesar dengan harga pokok produksi (HPP) Rp 50.000 kalau dikenakan PPN 11% dijual Rp 55.000 dan kalo PPN 12% jadi Rp 56.000. Masih bisa diantisipasi industri disesuaikan dengan menaikkan harga dan turun utilisasi," jelasnya.

Karenanya Febri mengatakan alih-alih kenaikan PPN jadi 12%, yang lebih ditakuti para pelaku industri Tanah Air adalah kebijakan relaksasi impor dan pembatasan impor yang dinilai dapat mengakibatkan pasar domestik 'kebanjiran' barang impor murah.

"Namun demikian, kami masih menerima laporan bahwa yang lebih ditakutkan oleh industri adalah kebijakan relaksasi impor, dan pembatasan impor, yang mengakibatkan pasar domestik banjir produk impor murah," ucapnya.

"Kalau seandainya kebijakan relaksasi impor dan minim kebijakan pembatasan impor yang berakibat banyak produk impor murah di pasar domestik, misalkan kita tahu untuk produk yang sama harganya dijual Rp 30.000, industri akan kesulitan menurunkan harga jual produknya," terangnya lagi.

Febri memperkirakan kebijakan relaksasi impor ini malah dapat menurunkan utilisasi kapasitas produksi industri bisa lebih dari 10%. Sehingga dampak dari kenaikan PPN ini masih lebih kecil daripada rencana kebijakan relaksasi impor.

"Kalau banjir produk impor industri mau bagaimana menyesuaikan? Utilisasinya bisa turun di atas 10% dan bahkan banyak industri kolaps dan mem-PHK karena kebijakan relaksasi impor," kata Febri.

"Kalau kita bandingkan dengan kebijakan relaksasi atau pembatasan impor yang berakibat pada banjirnya pasar domestik akan produk impor, itu dampaknya lebih buruk, lebih berat dibandingkan dengan kebijakan kenaikan PPN 12%," imbuhnya.

(fdl/fdl)

Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Nội dung trên chỉ đại diện cho quan điểm của tác giả hoặc khách mời. Nó không đại diện cho quan điểm hoặc lập trường của FOLLOWME và không có nghĩa là FOLLOWME đồng ý với tuyên bố hoặc mô tả của họ, cũng không cấu thành bất kỳ lời khuyên đầu tư nào. Đối với tất cả các hành động do khách truy cập thực hiện dựa trên thông tin do cộng đồng FOLLOWME cung cấp, cộng đồng không chịu bất kỳ hình thức trách nhiệm nào trừ khi có cam kết rõ ràng bằng văn bản.

Website Cộng đồng Giao Dịch FOLLOWME: www.followme.asia

Ủng hộ nếu bạn thích
avatar
Trả lời 0

Tải thất bại ()

  • tradingContest