
IDXChannel – Kinerja empat saham bank terbesar di Indonesia cenderung lesu sepanjang 2024. Sebagai penopang utama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), penurunan saham-saham ini turut membebani pergerakan indeks.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham emiten bank Grup Djarum PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menguat 2,93 persen sepanjang 2024, ditutup di harga Rp9.675 per saham per 30 Desember 2024.

Namun, ketiga bank lainnya terkoreksi. Emiten bank BUMN PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) terdepresiasi 5,79 persen secara year to date (YtD) ke posisi Rp5.700 per saham dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) turun 19,07 persen sepanjang 2024 ke level Rp4.350 per saham.
Demikian pula, saham bank pelat merah lainnya, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) yang terdepresiasi 28,73 persen YtD hingga ke level Rp4.080 per saham. (Lihat tabel di bawah ini.)

Menurut catatan Algo Research, Senin (30/12/2024), 2024 menjadi tahun terburuk kedua bagi para investor BBRI sejak IPO lebih dari dua dekade lalu, usai sahamnya turun hampir 30 persen.

Penurunan lebih tajam hanya terjadi selama krisis keuangan 2008, ketika saham BBRI merosot hingga 38 persen.
Mengutip Algo Research, berbagai faktor, seperti melambatnya pertumbuhan dan menurunnya kualitas portofolio kredit, telah mendorong aksi jual besar-besaran dari investor asing, membuat BBRI kehilangan pendorong pertumbuhannya.
Prospek Cerah?
Meskipun dalam jangka pendek saham-saham perbankan utama masih mengalami guncangan, termasuk efek kekhawatiran investor, terutama asing, terhadap kebijakan presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump nantinya, emiten tersebut dinilai masih memiliki prospek yang cerah ke depannya.
Analis Ciptadana, dalam outlook yang terbit pada 31 Oktober 2024, memproyeksikan sektor perbankan akan menjadi salah satu andalan di 2025.
Dengan perkiraan pertumbuhan laba perbankan mencapai 12 persen, didorong peningkatan kredit hingga 12 persen dan stabilitas margin bunga bersih (NIM), saham seperti BBRI dan BBTN menjadi pilihan utama.
Riset lainnya datang dari Sucor Sekuritas, terbit pada 9 Desember 2024, yang mengungkapkan, tekanan besar yang dialami sektor perbankan Indonesia akhir-akhir ini akibat aliran dana asing keluar, pertumbuhan laba yang lemah, dan kekhawatiran kualitas kredit.
Prospek jangka pendek masih penuh tantangan, termasuk daya beli yang tertekan oleh inflasi, pelemahan rupiah, dan kenaikan tajam suku bunga SRBI di atas 7 persen.
Selain itu, kata analis Sucor, potensi "kitchen sinking" terkait pergantian manajemen usai perubahan pemerintahan bisa menekan laba sementara. Ketegangan geopolitik juga dapat memicu kenaikan imbal hasil obligasi yang memperburuk arus keluar modal.
Namun, Sucor Sekuritas optimistis terhadap prospek jangka panjang sektor perbankan, didukung oleh reformasi ekonomi struktural pemerintah di sektor hilirisasi mineral, pertanian, dan energi.
Langkah ini diperkirakan mendongkrak pertumbuhan ekonomi (PDB) dan permintaan kredit. Mereka memproyeksikan pertumbuhan (CAGR) laba bersih tahunan gabungan empat bank besar mencapai 13,4 persen dalam lima tahun ke depan.
Dengan valuasi saham yang kini mendekati rata-rata 10 tahun (rasio PBV) dan imbal hasil dividen menarik—BBRI, BMRI, dan BBNI masing-masing sekitar 8 persen, 6 persen, dan 6 persen—Sucor Sekuritas menilai peluang investasi tetap ada.
Namun, investor disarankan menunggu hingga sentimen sektor ini membaik, terutama terkait perbaikan kualitas kredit, penurunan biaya dana, dan penguatan likuiditas.
IHSG Lesu
IHSG tercatat melemah 2,65 persen secara YtD, ditutup di level 7.079,91 pada 30 Desember 2024.
Penurunan ini menjadi kemunduran tahunan pertama sejak 2020, ketika pandemi COVID-19 menekan indeks hingga turun 5 persen.
Dalam tiga tahun sebelumnya, IHSG mampu mencetak pertumbuhan positif, yakni naik 6,16 persen pada 2023, 4,09 persen pada 2022, dan melesat 10,08 persen di 2021.
Namun, pelemahan kembali terlihat pada Desember 2024, dengan koreksi 0,48 persen sepanjang bulan tersebut. Tren ini mematahkan pola musiman Desember yang biasanya mencatatkan penguatan.
Dalam satu dekade terakhir, IHSG memiliki probabilitas sekitar 80 persen untuk ditutup menguat di Desember dengan rata-rata kenaikan lebih dari 2 persen.
Melemahnya IHSG sepanjang tahun ini mencerminkan kompleksitas tantangan yang dihadapi pasar, baik dari tekanan global maupun domestik.
Di tingkat global, keputusan bank sentral utama, terutama Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat (AS), yang membatasi penurunan suku bunga di bawah ekspektasi pasar memicu keluarnya aliran modal asing dari negara berkembang, termasuk Indonesia.
Selain itu, penguatan signifikan indeks dolar AS menekan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, yang berimbas pada stabilitas pasar saham domestik.
Di sisi lain, perlambatan ekonomi China sebagai mitra dagang utama Indonesia mengurangi permintaan komoditas ekspor seperti batu bara dan minyak kelapa sawit.
Faktor geopolitik turut menambah volatilitas pasar. Konflik di Timur Tengah dan Eropa Timur meningkatkan sentimen negatif.
Sementara, potensi perang dagang di bawah pemerintahan presiden terpilih AS, Donald Trump, memicu kekhawatiran lebih lanjut.
Dari dalam negeri, tekanan datang dari pelemahan nilai tukar rupiah, penurunan daya beli masyarakat, hingga perubahan kebijakan pemerintahan baru.
Sektor unggulan seperti perbankan dan komoditas tak luput dari dampak, tertekan oleh perlambatan ekonomi domestik dan penurunan harga komoditas global.
Tantangan yang berlapis ini menjadi refleksi kondisi pasar sepanjang 2024, dengan dinamika global dan domestik yang saling berkelindan membebani kinerja IHSG. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.
作者:31/12/2024 10:30 WIB,文章来源Idxchannel,版权归原作者所有,如有侵权请联系本人删除。
风险提示:以上内容仅代表作者或嘉宾的观点,不代表 FOLLOWME 的任何观点及立场,且不代表 FOLLOWME 同意其说法或描述,也不构成任何投资建议。对于访问者根据 FOLLOWME 社区提供的信息所做出的一切行为,除非另有明确的书面承诺文件,否则本社区不承担任何形式的责任。
FOLLOWME 交易社区网址: www.followme.asia
加载失败()