Pasardana.id - Pemerintah berencana memangkas anggaran alokasi untuk subsidi transportasi publik.
Hal ini dilakukan untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Untuk diketahui, Kemenhub menganggarkan Rp437,9 miliar pada 2024 untuk program Buy The Service (BTS) di 11 kota dengan total 46 koridor.
Pada 2025, nominalnya menyusut menjadi Rp177,5 miliar bagi enam kota lama dan dua kota baru.
Penyusutan anggaran ini, mendapat respon dari sejumlah pihak.
Salah satunya, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno.
Djoko menilai, ketersediaan transportasi umum memiliki peran yang besar terhadap kesejahteraan dan perekonomian masyarakat.
"Angkutan umum tidak berbicara soal kemacetan, tetapi korelasinya besar terhadap kemiskinan. Daerah miskin biasanya memiliki akses terhadap transportasi buruk. (Kami) Menyayangkan pemangkasan anggaran dilakukan untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis yang berimbas isu lain, termasuk anggaran transportasi umum harus dikorbankan. Penyelenggaraan angkutan umum untuk memikirkan kaum fakir yang terpinggir," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (19/1).
Meski begitu, Djoko menyampaikan, bahwa program MBG adalah program yang harus didukung, namun harus selektif, sehingga tidak banyak memotong anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) yang juga tidak kalah pentingnya dalam upaya mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Dia menilai, pengurangan subsidi transportasi umum merupakan ironis di tengah upaya pemerintah menginginkan Indonesia menjadi negara Maju, namun janji untuk urusan angkutan umum saja diabaikan.
"Janji memberikan subsidi angkutan perkotaan dilupakan. Indonesia Emas 2045 hanya mimpi. Perlu dimengerti, transportasi umum adalah satu indikator kota layak huni," jelasnya lagi.
Lebih lanjut Djoko mengatakan, keberadaan angkutan umum tidak hanya mengatasi kemacetan, mengurangi polusi udara atau menurunkan angka kecelakaan. Namun, di Indonesia lebih dari itu dampaknya.
Menurut dia, angkutan umum yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan berbagai dampak dalam kehidupan masyarakat.
Di sejumlah wilayah di Provinsi Jawa Tengah, sebagian anak harus putus sekolah lantaran angkutan umum sudah tidak tersedia di daerahnya.
"Angka putus sekolah meningkat yang berpengaruh terhadap peningkatan jumlah pernikahan dini sekaligus meningkatkan kelahiran bayi stunting," ujarnya.
Djoko juga menambahkan, bahwa keberadaan angkutan umum dapat membantu mengendalikan tingkat inflasi di daerah.
Angkutan umum salah satu penentu tingkat inflasi.
Maka dari itu, daerah yang tidak memiliki angkutan umum, tingkat inflasinya tinggi.
"Di Kota Palembang, program Angkot Feeder Musi Emas masuk dalam pengendalian inflasi dan kemiskinan ekstrem, karena dengan ongkos gratis maka masyarakat sangat terbantu dalam beraktivitas setiap hari," tuturnya.
Dia berharap, anggaran subsidi angkutan umum tidak dikurangi, malah jika perlu ditambah, supaya tujuan mewujudkan Indonesia Emas 2045 bukan hanya mimpi, namun akan menjadi kenyataan.
加载失败()