USD/IDR di Sekitar 16.410, Rupiah Tertekan setelah Defisit APBN 2025 Indonesia

avatar
· 阅读量 13
  • USD/IDR naik hingga ke 16.410 pada saat berita ini ditulis, mengikuti penguatan Dolar AS.
  • APBN 2025 Indonesia defisit sebesar Rp 31,2 triliun selama dua bulan pertama tahun ini, investor cemas, Rupiah tertekan.
  • Rilis Pendahuluan Indeks Sentimen Konsumen Michigan AS dan Indeks Ekspektasi Inflasi akan dicermati di sesi AS.

Pasangan mata uang USD/IDR ditutup di 16.393 pada perdagangan hari Kamis.  Rupiah Indonesia (IDR) pada hari Jumat ini bergerak melemah di sekitar 16.410 melawan penguatan Dolar AS (USD) pada saat berita ini ditulis di siang hari sesi Asia. Rentang perdagangan kurs Rupiah terhadap Dolar AS untuk hari ini berada di sekitar 16.370-16.440.

Kemarin, Kementerian Keuangan menggelar ringkasan pertama realisasi APBN 2025, setelah sempat tertunda di bulan Januari. Penerimaan pajak bruto turun 20,8% YoY selama dua bulan pertama akibat penurunan harga komoditas. Sementara itu, belanja negara turun 7% YoY karena efek high-base dari lonjakan pengeluaran akibat El Nino di akhir 2023 hingga awal 2024. APBN mencatat defisit sebesar Rp 31,2 triliun, 0,13% dari PDB, selama 2M25. Defisit ini terjadi lebih awal dibandingkan tahun sebelumnya yang masih surplus 0,11% dari PDB di bulan Februari 2024.

Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani, menyebut adanya penerbitan utang yang besar di awal tahun, mendorong pembiayaan anggaran mencapai Rp220,1 triliun, 35,4% dari target APBN 2025. Kekhawatiran terhadap pelebaran defisit membuat para investor cemas dan menekan nilai tukar Rupiah, sehingga mempersempit ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga, meskipun prospek pemangkasan suku bunga The Fed semakin meningkat.

Sebelumnya, pada hari Rabu, Bank Indonesia (BI) melaporkan Penjualan Ritel untuk bulan Januari mengalami kontraksi 4,7% (MoM) setelah tumbuh 5,9% (MoM) di bulan sebelumnya. Penurunan ini sejalan dengan normalisasi permintaan pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru, yang menyebabkan kontraksi penjualan di sebagian besar kelompok, kecuali Suku Cadang dan Aksesori. Secara tahunan, angka ini tumbuh 0,5% (yoy), melambat dibandingkan 1,8% (yoy) di bulan Desember 2024. BI memprakirakan Penjualan Ritel untuk bulan Februari akan mengalami kontraksi sebesar 0,5% (yoy). Perlambatan ini mempertegas gambaran daya beli masyarakat yang menurun, karena memburuknya kondisi pasar kerja dengan semakin luasnya gelombang PHK yang melanda di tanah air hingga saat ini. 

Sementara itu, Dolar AS terlihat masih berusaha keras mempertahankan kenaikan setelah menyentuh terendah tahun berjalan karena menguatnya harapan atas pemangkasan suku bunga Federal Reserve (The Fed) lebih lanjut setelah data-data inflasi AS menunjukkan penurunan. Indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur USD terhadap enam mata uang utama, menguat ke 103,94 setelah rilis Klaim Tunjangan Pengangguran yang optimis dan data IHP yang lemah semalam. 

Indeks Harga Produsen (IHP) AS  di bulan Februari naik 3,2% YoY, lebih rendah dari bulan Januari (3,7%) dan ekspektasi pasar (3,3%). IHP inti (tidak termasuk makanan dan energi) tumbuh 3,4% YoY, turun dari 3,8% pada bulan Januari. Secara bulanan, IHP utama stagnan, sementara IHP inti turun 0,1%, yang mengindikasikan perlambatan tekanan inflasi.

Klaim Tunjangan Pengangguran Awal AS mencapai 220.000 untuk pekan yang berakhir 7 Maret, lebih rendah dari prakiraan 225.000. Selain itu, klaim tunjangan lanjutan turun ke 1,87 juta, di bawah ekspektasi 1,90 juta, yang mencerminkan bahwa pasar kerja AS masih tangguh.

Menurut laporan Reuters, para pelaku pasar saat ini memprakirakan The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak tiga kali, masing-masing 25 basis poin, pada pertemuan kebijakan moneter di bulan Juni, Juli, dan Oktober. Ketua The Fed, Jerome Powell, pada Jumat lalu menyatakan bahwa bank sentral AS tidak terburu-buru memangkas suku bunga. Ia menekankan bahwa pasar tenaga kerja tetap kuat, inflasi masih bergerak tidak stabil menuju target 2%, serta terdapat ketidakpastian tinggi terkait dampak kebijakan perdagangan, fiskal, imigrasi, dan regulasi di bawah Trump.

Selanjutnya, rilis Pendahuluan Indeks Sentimen Konsumen Michigan AS dan Indeks Ekspektasi Inflasi akan dicermati di perdagangan sesi AS untuk mendapatkan peluang perdagangan dalam  jangka pendek.

Pertanyaan Umum Seputar Inflasi

Inflasi mengukur kenaikan harga sekeranjang barang dan jasa yang representatif. Inflasi utama biasanya dinyatakan sebagai perubahan persentase berdasarkan basis bulan ke bulan (MoM) dan tahun ke tahun (YoY). Inflasi inti tidak termasuk elemen yang lebih fluktuatif seperti makanan dan bahan bakar yang dapat berfluktuasi karena faktor geopolitik dan musiman. Inflasi inti adalah angka yang menjadi fokus para ekonom dan merupakan tingkat yang ditargetkan oleh bank sentral, yang diberi mandat untuk menjaga inflasi pada tingkat yang dapat dikelola, biasanya sekitar 2%.

Indeks Harga Konsumen (IHK) mengukur perubahan harga sekeranjang barang dan jasa selama periode waktu tertentu. Biasanya dinyatakan sebagai perubahan persentase berdasarkan basis bulan ke bulan (MoM) dan tahun ke tahun (YoY). IHK Inti adalah angka yang ditargetkan oleh bank sentral karena tidak termasuk bahan makanan dan bahan bakar yang mudah menguap. Ketika IHK Inti naik di atas 2%, biasanya akan menghasilkan suku bunga yang lebih tinggi dan sebaliknya ketika turun di bawah 2%. Karena suku bunga yang lebih tinggi positif untuk suatu mata uang, inflasi yang lebih tinggi biasanya menghasilkan mata uang yang lebih kuat. Hal yang sebaliknya berlaku ketika inflasi turun.

Meskipun mungkin tampak berlawanan dengan intuisi, inflasi yang tinggi di suatu negara mendorong nilai mata uangnya naik dan sebaliknya untuk inflasi yang lebih rendah. Hal ini karena bank sentral biasanya akan menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi yang lebih tinggi, yang menarik lebih banyak arus masuk modal global dari para investor yang mencari tempat yang menguntungkan untuk menyimpan uang mereka.

Dahulu, Emas merupakan aset yang diincar para investor saat inflasi tinggi karena emas dapat mempertahankan nilainya, dan meskipun investor masih akan membeli Emas sebagai aset safe haven saat terjadi gejolak pasar yang ekstrem, hal ini tidak terjadi pada sebagian besar waktu. Hal ini karena saat inflasi tinggi, bank sentral akan menaikkan suku bunga untuk mengatasinya. Suku bunga yang lebih tinggi berdampak negatif bagi Emas karena meningkatkan biaya peluang untuk menyimpan Emas dibandingkan dengan aset berbunga atau menyimpan uang dalam rekening deposito tunai. Di sisi lain, inflasi yang lebih rendah cenderung berdampak positif bagi Emas karena menurunkan suku bunga, menjadikan logam mulia ini sebagai alternatif investasi yang lebih layak.


 

Bagikan: Pasokan berita

风险提示:以上内容仅代表作者或嘉宾的观点,不代表 FOLLOWME 的任何观点及立场,且不代表 FOLLOWME 同意其说法或描述,也不构成任何投资建议。对于访问者根据 FOLLOWME 社区提供的信息所做出的一切行为,除非另有明确的书面承诺文件,否则本社区不承担任何形式的责任。

FOLLOWME 交易社区网址: www.followme.asia

喜欢的话,赞赏支持一下
avatar
回复 0

加载失败()

  • tradingContest