Pasardana.id - PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (IDX: ANJT) (Perseroan) mengumumkan kinerja operasi dan keuangan untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2024.
Dalam siaran pers Perseroan, Jumat (14/3) disebutkan, Perseroan membukukan total pendapatan sebesar USD 236,8 juta pada tahun 2024, sedikit lebih rendah dibandingkan pendapatan 2023 sebesar USD 237,6 juta.
Naga Waskita selaku Direktur/Sekretaris Perusahaan ANJT menyampaikan, segmen kelapa sawit tetap menjadi bisnis utama Perseroan, dengan kontribusi pendapatan sebesar USD 230,9 juta pada tahun 2024, atau 98,6% dari total pendapatan konsolidasian Perseroan.
Adapun bisnis edamame Perseroan mencatatkan kinerja yang luar biasa sepanjang tahun 2024, yang ditandai dengan capaian pendapatan sebesar USD 4,2 juta, meningkat signifikan 124,1% dari USD 1,9 juta pada tahun 2023.
Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan volume penjualan edamame beku sebesar 331,4% menjadi 1.569 mt serta penjualan edamame segar yang tumbuh sebesar 32,1% secara tahunan.
Selain itu, segmen sagu Perseroan memberikan kontribusi sebesar USD 1,2 juta terhadap total pendapatan kami di tahun 2024, meningkat 34,8% dari USD 0,9 juta pada tahun sebelumnya, terutama karena peningkatan volume penjualan dari 1.585 mt menjadi 2.253 mt pada tahun 2024.
Sebaliknya, segmen energi terbarukan Perseroan menghasilkan pendapatan sebesar USD 419,0 ribu pada 2024, lebih rendah dari USD 576,2 ribu yang dicapai pada tahun 2023 karena kegiatan pemeliharaan pada 2024 dan berkurangnya ketersediaan bahan baku, khususnya Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (Palm Oil Mill Effluent atau POME) yang lebih rendah di perkebunan Pulau Belitung.
Selanjutnya disampaikan, Perseroan mencatat beban usaha (bersih setelah pendapatan usaha) sebesar USD 17,1 juta, meningkat 26,9% dari USD 13,5 juta pada tahun 2023.
Peningkatan ini terutama disebabkan oleh kenaikan denda pajak sebesar USD 3,6 juta pada tahun 2024 dan kerugian selisih kurs sebesar USD 917,8 ribu dibandingkan dengan keuntungan sebesar USD 175,7 ribu pada tahun 2023 akibat pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS.
Sementara itu, beban keuangan Perseroan, yang merupakan beban bunga atas pinjaman, naik tipis 1,7% menjadi USD 10,0 juta pada tahun 2024 dibandingkan dengan beban bunga sebesar USD 9,9 juta pada tahun 2023.
Laba Bersih
Selanjutnya diungkapkan, Perseroan mencatatkan laba bersih sebesar USD 9,2 juta pada tahun 2024, meningkat signifikan sebesar 106,7% dibandingkan laba bersih sebesar USD 4,4 juta pada tahun 2023, yang terutama disebabkan oleh harga CPO yang lebih tinggi dan penurunan biaya pupuk untuk tanaman menghasilkan, diimbangi oleh volume penjualan CPO dan PK yang lebih rendah.
Selain itu, terdapat penurunan biaya pengolahan tepung sagu dari USD 3,1 juta menjadi 2,1 juta pada tahun 2024.
Dengan demikian, rasio marjin laba bersih (net profit margin atau NPM) meningkat sebesar 107,3% dari 1,87% di tahun 2023 menjadi 3,87% pada tahun 2024.
Perseroan membukukan EBITDA sebesar USD 59,2 juta pada tahun 2024, meningkat 7,0% dari USD 49,1 juta di tahun 2023.
Sehingga, marjin EBITDA Perseroan juga meningkat dari 20,7% pada tahun 2023 menjadi 25,0% di tahun 2024.
Jumlah Penghasilan Komprehensif
Pada tahun 2024, Perseroan membukukan rugi komprehensif sebesar USD 35,1 ribu, dibandingkan laba komprehensif sebesar USD 9,0 juta pada tahun 2023.
Hal ini dipengaruhi oleh nilai tukar Rupiah terdapat Dollar AS yang menurunkan nilai aset beberapa entitas anak Perseroan yang melakukan pembukuan dalam Rupiah, ketika laporan keuangan entitas anak tersebut ditranslasikan dari Rupiah ke Dollar AS.
Total aset Perseroan turun menjadi USD 573,2 juta pada 31 Desember 2024 dari USD 580,7 juta pada 31 Desember 2023.
Aset lancar meningkat sebesar 13,1%% menjadi USD 62,2 juta per 31 Desember 2024 dari USD 55,0 juta pada 31 Desember 2023, terutama disebabkan oleh peningkatan kas dan setara kas, investasi pada efek ekuitas serta aset biologis.
Sementara itu, aset tidak lancar turun sebesar 2,8% menjadi USD 511,0 juta dari USD 525,7 juta pada 31 Desember 2023.
Jumlah liabilitas turun sebesar 3,9% dari USD 188,7 juta pada akhir tahun 2023 menjadi USD 181,3 juta, terutama disebabkan oleh penurunan pinjaman bank jangka pendek maupun jangka panjang.
Perseroan masih mampu menjaga rasio utang terhadap ekuitas dan utang terhadap aset di tingkat yang sehat pada 31 Desember 2024 masing-masing sebesar 0,46 dan 0,32.
Fasilitas Pembiayaan
Pada 31 Desember 2024, Perseroan dan entitas anaknya secara kolektif memiliki jumlah fasilitas pinjaman bank yang setara dengan USD 205,1 juta, yang terdiri atas fasilitas pinjaman jangka pendek sejumlah USD 72,1 juta dan fasilitas pinjaman jangka panjang sejumlah USD 133,0 juta.
Saldo pinjaman bank Perseroan pada akhir Desember 2024 senilai USD 145,6 juta, turun sebesar USD 5,6 juta dari USD 151,2 juta pada akhir Desember 2023.
Penurunan ini terutama disebabkan oleh pembayaran pinjaman bank jangka pendek sebesar USD 9,3 juta dan keuntungan kurs atas pinjaman bank sebesar USD 2,9 juta, dikurangi dengan kenaikan pinjaman jangka panjang sebesar USD 6,6 juta pada tahun 2024.
Sementara itu, Perseroan menghadapi tantangan yang luar biasa sepanjang tahun 2024, terutama akibat kondisi cuaca buruk yang menimbulkan kendala operasional di perkebunan Sumatera Utara II dan Papua Barat Daya.
Peristiwa El Niño yang terjadi di tahun 2023, juga berdampak pada penurunan produksi di perkebunan Pulau Belitung, Kalimantan Barat dan Sumatera Selatan.
Hal ini menyebabkan penurunan total produksi Tandan Buah Segar (TBS) sebesar 11,7% dari 881.051 mt pada tahun 2023 menjadi 777.615 metrik ton (mt) pada tahun 2024.
Sejalan dengan itu, produktivitas TBS per hectare (ha) area menghasilkan turun dari 20,3 mt per ha pada 2023 menjadi 18,4 mt per ha pada 2024.
“Penurunan produksi paling parah, dialami oleh perkebunan kami di Papua Barat Daya yang mencatatkan volume produksi TBS sebesar 82.195 mt pada tahun 2024. Capaian ini menunjukkan penurunan sebesar 31,8% dibandingkan total produksi tahun sebelumnya sebesar 120.445 mt. Kondisi cuaca ekstrem telah memicu wabah penyakit tanaman, yang semakin memperburuk capaian produksi Perseroan. Kami memperkirakan produksi akan kembali meningkat pada Q3 2025, sekitar enam bulan setelah remediasi penyakit tanaman dilakukan,” beber Naga Waskita.
Ditambahkan, kondisi serupa juga terjadi di perkebunan Sumatera Utara II, dimana curah hujan tinggi menyebabkan banjir sehingga menyulitkan proses panen dan pengangkutan buah.
Pada tahun 2024, perkebunan ini mencatatkan volume produksi TBS sebesar 145.292 mt, turun 9,8% dibandingkan volume produksi tahun 2023.
Adapun produksi TBS dari perkebunan Pulau Belitung mengalami penurunan sebesar 15,0% secara tahunan akibat dampak El Niño yang terjadi pada tahun 2023.
“Namun, kami melihat pemulihan produksi terjadi pada semester kedua tahun 2024, terutama pada Q4 2024, dimana secara kuartalan produksi TBS dari perkebunan ini tumbuh 91,0% dibandingkan capaian produksi Q3 2024. Capaian ini memperkecil ketertinggalan produksi TBS dari 254.579 mt pada tahun 2023 menjadi 216.363 mt pada tahun 2024. Perkebunan Sumatera Selatan yang juga terdampak El Niño 2023, mencatatkan produksi TBS sebesar 8.271 mt, turun 17,2% dibandingkan capaian produksi tahun 2023 sebesar 9.991 mt,” jelas Naga Waskita.
Lebih lanjut disampaikan, produksi TBS dari perkebunan Perseroan di Sumatera Utara I dan Kalimantan Barat turun tipis, masing-masing sebesar 3,2% dan 2,5% secara tahunan.
“Pada tahun 2024, total TBS yang kami beli dari pihak eksternal sebesar 463.835 mt, turun 7,9% dibandingkan pembelian TBS tahun sebelumnya. Dengan demikian, kami memproses TBS 1.233.180 mt di pabrik-pabrik kelapa sawit kami sepanjang tahun 2024, untuk memproduksi sebesar 245.395 mt Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil atau CPO). Angka produksi ini turun sebesar 13,5% dibandingkan produksi CPO tahun 2023 sebesar 283.659 mt. Tingkat ekstraksi gabungan untuk TBS inti dan eksternal pada tahun 2024 sebesar 19,9%, 3,6% lebih rendah dibandingkan 20,6% pada tahun 2023,” bebernya.
Sementara itu, produksi Inti Sawit (Palm Kernel atau PK) turun sebesar 9,1% menjadi 47.668 mt pada tahun 2024 dibandingkan 52.432 mt di tahun 2023.
Perseroan juga mencatatkan penurunan produksi Minyak Inti Sawit (Palm Kernel Oil atau PKO) pada tahun 2024 menjadi 1.121 mt dibandingkan capaian produksi sebesar 1.459 mt pada tahun sebelumnya.
Perseroan melaporkan penurunan volume penjualan CPO sebesar 14,9% pada tahun 2024 menjadi 245.784 mt, dibandingkan capaian tahun 2023 sebesar 288.942 mt, seiring pelemahan volume produksi CPO.
Selain itu, volume penjualan PK juga turun sebesar 9.5% dari 52.581 mt pada tahun 2023 menjadi 47.610 mt di tahun 2024.
Namun, volume penjualan PKO tahun 2024 meningkat signikan sebesar 47,7% menjadi 1.550 mt dibandingkan penjualan 2023 sebesar 1.049 mt.
Rendahnya pasokan CPO di pasar global akibat penurunan produksi di negara-negara produsen utama, terutama di Indonesia dan Malaysia, telah mendorong kenaikan harga acuan CPO pada tahun 2024.
“Kami mencatatkan kenaikan harga jual rata-rata (average selling price atau ASP) CPO pada tahun 2024 sebesar USD 822/mt, lebih tinggi 12,3% dibandingkan ASP tahun 2023 sebesar USD 731/mt. Sementara itu, ASP PK meningkat 40,1% secara tahunan menjadi USD 501/mt dan HJR PKO meningkat menjadi USD 1.077/mt, naik 46,7% secara tahunan,” jelasnya lagi.
加载失败()