Pasardana.id - Pemerintah Provinsi Bali gencar mengatasi permasalahan sampah yang terus menjadi isu sentral di Pulau Dewata. Terbaru, Gubernur Provinsi Bali, Wayan Koster mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bersih Sampah.
Langkah ini dilakukan untuk menyikapi belum optimalnya pengurangan sampah plastik sekali pakai, terutama di pasar tradisional.
Namun, dalam bagian larangan dan pengawasan, poin 4 dan 5 dalam SE ini menjadi sorotan. Pasalnya, di sana termuat larangan bagi lembaga usaha untuk memproduksi air mineral kemasan plastik sekali pakai dengan volume kurang dari 1 liter di wilayah Provinsi Bali.
Selain itu, turut tercantum pula larangan bagi setiap distributor atau pemasok untuk mendistribusikan produk atau minuman kemasan plastik sekali pakai di Provinsi Bali.
Sedangkan untuk minuman atau produk dengan volume 1 liter ke bawah, Koster memperbolehkan produksi dan distribusinya asalkan menggunakan botol kaca atau kemasan yang lebih ramah lingkungan.
“Saya akan mengumpulkan semua produsen. Ada PDAM, ada perusahaan-perusahan swasta di Bali ini, termasuk Danone akan saya undang. Semua tidak boleh lagi memproduksi minuman kemasan yang 1 liter ke bawah. Ada juga yang air gelas itu, tidak boleh lagi. Kalau galon, boleh,” tegas Koster dalam konferensi pers mengenai Surat Edaran di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Jayasabha, Minggu (6/4) lalu.
Koster juga menyiapkan sanksi ke pengusaha yang tidak menaati surat edaran tersebut tidak main-main. Ia bahkan mengancam para pengusaha dengan peninjauan kembali atau pencabutan izin usaha apabila mereka tidak mematuhi aturan.
Selain itu, Pemprov Bali akan membuat pengumuman kepada publik melalui media sosial bahwa pelaku usaha yang dimaksud tidak ramah lingkungan.
"Bukan soal mematikan (pelaku usaha), tapi jaga lingkungan. Silakan berproduksi, tapi jangan merusak lingkungan,” kata Koster.
Politikus PDI-Perjuangan itu menjelaskan kalau larangan bagi produsen air mineral dalam kemasan tersebut bukanlah tanpa alasan. Hasil Brand Audit 2024 yang dirilis oleh Sungai Watch menunjukkan, penyumbang utama sampah plastik di Bali adalah air minum kemasan gelas yang berukuran 220 ml.
Selain itu, berdasarkan Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), timbulan sampah Provinsi Bali pada 2024 telah mencapai 1.167.451,75 ton.
“Jadi ini konsolidasi sekaligus pelaksanaan dari gerakan Bali bersih sampah. Jangan sampai menunggu saya berakhir di periode yang kedua ini. Kalau bisa di pertengahan periode sudah selesai masalah sampah ini,” ujar Koster.
Hanya saja, kebijakan tersebut mendapat protes keras dari sisi pengusaha dan produsen air mineral dalam kemasan. Dua asosiasi, yakni Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), menyatakan keberatan terhadap poin larangan penjualan air mineral dalam kemasan di bawah 1 liter di Bali.
Ketua Umum Aspadin, Rachmat Hidayat merasa keberatan dengan aturan tersebut, dimana kebijakan ini akan berdampak pada seluruh minuman dalam kemasan plastik yang beredar di Provinsi Bali.
“Kalau dari tujuan surat edaran tersebut, kami mendukung seratus persen tujuan pemerintah Bali untuk mewujudkan gerakan Bali bersih. Namun, menurut kami, bukan dengan cara pelarangan produksi atau distribusi. Semestinya, arahnya adalah bagaimana pengolahan sampah yang lebih baik, yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan,” ujarnya.
Tak tinggal diam, pihaknya juga sudah mengirimkan surat kepada Pemprov Bali untuk dapat berdiskusi dan berdialog terkait kebijakan tersebut.
Selain itu, Rachmat mengklaim sudah berkomunikasi dengan Kementerian Perindustrian sebagai kementerian pembina untuk mencari solusi terbaik sehubungan dengan pelarangan beredarnya minuman berkemasan plastik tersebut. Dia berharap, Pemprov Bali dapat mengkaji ulang kebijakannya.
“Sebab dampaknya tentu akan merembet ke mana-mana karena Bali tempat pariwisata. Tentu wisatawan membutuhkan barang konsumsi seperti ini. Kita tidak mungkin membawa kemasan besar. Kemudian, MDK ini erat dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang sering berkumpul melakukan acara. Bali termasuk sering upacara, mereka pasti membutuhkan MDK kemasan kecil untuk konsumsi,” jelas dia.
Kebijakan ini, sambung Rachmat, juga dapat berdampak pada penutupan pabrik air mineral dalam kemasan plastik dan hilangnya lapangan pekerjaan. Buntutnya adalah pemerintah dapat kehilangan pendapatan dari pajak yang dibayarkan oleh industri minuman dalam kemasan. Tentunya, hal tersebut berimbas kepada ekonomi secara keseluruhan.
“Itu yang kami sebut sebagai multiplier effect dalam ekonomi. Kalau satu pabrik dibuka, dia akan menciptakan lapangan kerja, akan menciptakan bisnis yang lain, seperti transportasi, retail, dan suplai bahan baku. Kalau ditutup, efeknya akan menjadi efek domino juga. Kehilangan tenaga kerja, kehilangan nilai tambah ekonomi, kehilangan pendapatan negara, dan seterusnya,” ujar Rachmat.
Sementara itu, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Aprindo Provinsi Bali, menyatakan dukungannya terhadap upaya melestarikan alam, manusia, dan kebudayaan Bali berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal.
Namun, sebagai distributor dan pemasok, mereka keberatan terhadap poin larangan untuk memproduksi dan mendistribusikan produk atau minuman kemasan plastik sekali pakai dengan volume kurang dari 1 liter di Provinsi Bali.
Aprindo menyatakan larangan tersebut akan memberikan pengaruh teradap penjualan. Sebab minuman dalam kemasan di bawah 1 liter memiliki proporsi lebih dari 80 persen dari total keseluruhan minuman dalam kemasan yang beredar di pasaran.
Maka, akibat dari pelarangan tersebut adalah efek domino terhadap iklim perekonomian Bali, terutama UMKM yang banyak menjual minuman dalam kemasan di bawah 1 liter.
“Dunia pariwisata di Bali saat ini sedang berjalan melambat dengan semua indikasi ekonominya, terutama terkait dengan program efisiensi dari pemerintah pusat yang secara langsung berdampak di segala bidang, baik perhotelan, pusat perbelanjaan, pariwisata, dan lain sebagainya, pastinya daya beli masyarakat Bali akan terkontraksi secara signifikan,” ucap Anak Agung Ngurah Agung Agra Putra, Koordinator Wilayah Bali Nusra DPP Aprindo, Rabu (9/4) lalu.
加载失败()