
IDXChannel - Harga minyak mentah mencatat penurunan mingguan dua kali berturut-turut seiring pasar mengantisipasi pertemuan OPEC+ akhir pekan ini.
Kontrak berjangka (futures) minyak WTI ditutup melemah 1,6 persen ke level USD58,29 per barel, sementara Brent turun 1,4 persen menjadi USD61,29 per barel.

Analis Rystad Energy, Mukesh Sahdev, dikutip Dow Jones Newswires, menyebut, "Kenaikan pasokan OPEC+ untuk Juni kemungkinan bersifat sangat terukur dan oportunistik, dengan mempertimbangkan lonjakan musiman permintaan minyak pada musim panas."
Ia menambahkan, "Jika kelompok ini ingin menguji pasar dengan peningkatan yang lebih besar dari perkiraan, sekarang adalah waktu yang tepat."

Rystad menilai ada kemungkinan 50 persen bahwa kenaikan produksi kali ini sebanding atau lebih tinggi dari kenaikan Mei sebesar 411.000 barel per hari.
Sahdev juga memperkirakan OPEC+ terus menyesuaikan pasokan guna menjaga keseimbangan pasar, tanpa memicu lonjakan atau penurunan harga yang tajam.

Pasar juga tetap sensitif terhadap kekhawatiran permintaan akibat ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, meskipun belakangan muncul sinyal kemungkinan dialog antara kedua negara.
Di sisi lain, data tenaga kerja AS yang kuat sedikit mengangkat sentimen pasar secara umum, mendukung pasar saham dan membatasi tekanan pada harga minyak.
Meski begitu, potensi lonjakan produksi dari OPEC+ menjadi beban utama bagi harga Brent. Sementara itu, risiko geopolitik tetap membayangi, setelah Presiden AS Donald Trump mengancam akan menjatuhkan sanksi sekunder terhadap negara-negara yang membeli minyak dari Iran, yang bisa memperketat pasokan global.
Keputusan OPEC+
Melansir Reuters, Minggu (4/5/2025), OPEC+ sepakat untuk mempercepat peningkatan produksi minyak untuk bulan kedua berturut-turut, dengan tambahan pasokan sebesar 411.000 barel per hari pada Juni, demikian diumumkan kelompok produsen tersebut pada Sabtu (3/5).
Keputusan ini diambil meski harga minyak sedang melemah dan permintaan diperkirakan melemah.
Dalam pertemuan daring yang berlangsung sedikit lebih dari satu jam, OPEC+ menyatakan bahwa fundamental pasar minyak tetap sehat dan level persediaan masih rendah.
Harga minyak sempat jatuh ke level terendah empat tahun pada April, di bawah USD60 per barel, setelah OPEC+ mengumumkan kenaikan produksi yang lebih besar dari perkiraan untuk Mei dan seiring kekhawatiran pelemahan ekonomi global akibat tarif yang diberlakukan Trump.
Sumber Reuters menyebut Arab Saudi tengah mendorong percepatan pencabutan pemangkasan produksi guna memberikan sanksi pada Irak dan Kazakhstan yang dianggap tidak patuh pada kuota produksi. Kenaikan produksi ini juga datang setelah Trump mendesak OPEC+ untuk meningkatkan pasokan. Trump dijadwalkan mengunjungi Arab Saudi pada akhir Mei.
Pada Desember lalu, delapan negara OPEC+ yang terlibat dalam pemangkasan produksi sebesar 2,2 juta barel per hari sepakat untuk secara bertahap mencabut pembatasan tersebut melalui peningkatan produksi bulanan sekitar 138.000 barel per hari mulai April 2025.
Kenaikan produksi pada Juni akan membuat total peningkatan dari April hingga Juni mencapai 960.000 barel per hari, atau 44 persen dari pemangkasan awal sebesar 2,2 juta barel per hari, menurut perhitungan Reuters.
Harga Brent turun lebih dari 1 persen pada Jumat ke level USD61,29 per barel karena pasar bersiap menghadapi tambahan pasokan dari OPEC+.
Menurut analis UBS Giovanni Staunovo, harga minyak diperkirakan melemah pada Senin (5/5/2025) besok akibat berita OPEC+ serta tekanan dari ketegangan dagang dan kekhawatiran pertumbuhan ekonomi.
“Kami masih menyebut ini sebagai pencabutan pemangkasan yang terkelola, bukan perebutan pangsa pasar,” ujarnya.
Menteri Energi Kuwait menyatakan, hasil pertemuan OPEC+ pada Sabtu akan sangat berpengaruh dalam pembentukan kebijakan produksi ke depan.
Reuters juga melaporkan, Arab Saudi—pemimpin de facto OPEC+—telah memberi tahu sekutunya dan pelaku industri bahwa mereka tidak berniat menopang pasar minyak dengan pemangkasan tambahan.
“Isu kepatuhan kembali menjadi sorotan utama, dengan Kazakhstan dan Irak masih belum memenuhi target kompensasi mereka, sementara Rusia juga belum sepenuhnya patuh,” ujar analis RBC Capital Markets, Helima Croft. (Aldo Fernando)
Được in lại từ Idxchannel, bản quyền được giữ lại bởi tác giả gốc.
Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Nội dung trên chỉ đại diện cho quan điểm của tác giả hoặc khách mời. Nó không đại diện cho quan điểm hoặc lập trường của FOLLOWME và không có nghĩa là FOLLOWME đồng ý với tuyên bố hoặc mô tả của họ, cũng không cấu thành bất kỳ lời khuyên đầu tư nào. Đối với tất cả các hành động do khách truy cập thực hiện dựa trên thông tin do cộng đồng FOLLOWME cung cấp, cộng đồng không chịu bất kỳ hình thức trách nhiệm nào trừ khi có cam kết rõ ràng bằng văn bản.
Website Cộng đồng Giao Dịch FOLLOWME: www.followme.asia
Tải thất bại ()