- Rupiah melemah ke 16.245/USD, tertekan oleh penguatan DXY dan sentimen proteksionisme global.
- Pasar mencermati data inflasi AS dan suku bunga BI, di tengah inflasi melandai dan ketegangan politik AS-The Fed.
- Uni Eropa dan Indonesia capai kesepakatan politik CEPA, membuka peluang perdagangan baru di sektor pertanian dan otomotif.
Nilai tukar Rupiah Indonesia (IDR) kembali bergerak melemah terhadap Dolar AS (USD) pada awal pekan, menjelang pembukaan sesi Eropa. Kurs USD/IDR tercatat naik ke level 16.245, menguat 20,7 poin atau sekitar 0,13% secara harian, sementara secara tahunan, penguatan dolar telah mencapai 0,29%. Pergerakan ini mempertegas tren pelemahan Rupiah yang berkelanjutan, mencerminkan tekanan eksternal yang belum mereda.
Sementara itu, selama sembilan hari perdagangan terakhir, indeks dolar AS (DXY) menunjukkan pemulihan bertahap namun solid. Dorongan utama datang dari meningkatnya permintaan terhadap dolar sebagai aset safe haven di tengah ketidakpastian global, serta ekspektasi bahwa Federal Reserve akan tetap bersikap hati-hati dalam melonggarkan kebijakan moneternya. Sentimen Dolar juga terdongkrak setelah Presiden Donald Trump mengumumkan rencana penerapan tarif 30% terhadap Uni Eropa dan Meksiko, yang menambah dimensi proteksionisme dalam lanskap ekonomi global.
Di tengah dinamika tersebut, pasar kini mengalihkan perhatian pada sejumlah rilis data ekonomi utama dan arah kebijakan suku bunga dari bank sentral Amerika Serikat dan Indonesia. Kombinasi antara ketegangan politik di AS, inflasi global yang mulai melandai, serta sikap waspada Bank Indonesia menciptakan atmosfer pasar yang rapuh – di mana setiap sinyal kebijakan dapat menggeser ekspektasi pelaku pasar secara signifikan.
Pasar Menunggu Keputusan BI dan Data Inflasi AS
Bank Indonesia dijadwalkan akan mengumumkan keputusan suku bunga acuannya pada Rabu, 16 Juli 2025, di tengah tekanan terhadap nilai tukar dan dinamika moneter global. Konsensus pasar memprakirakan BI akan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate di 5,50%, sebagai langkah untuk menjaga stabilitas Rupiah dan mengendalikan inflasi, sambil tetap mempertimbangkan ketahanan sektor kredit domestik.
Di sisi lain, investor global menunggu rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) AS yang dirilis hari Selasa, untuk menilai dampak kebijakan tarif sebelumnya terhadap inflasi. Hasilnya akan sangat menentukan arah kebijakan Federal Reserve, yang dijadwalkan membuat keputusan suku bunga dalam waktu kurang dari dua minggu. Di hari yang sama, pasar juga mencermati pidato-pidato pejabat The Fed – termasuk Bowman, Barr, Collins, dan Logan – yang dapat memberikan sinyal arah kebijakan selanjutnya.
Ketidakpastian kebijakan moneter AS semakin diperparah oleh ketegangan politik antara Gedung Putih dan The Fed. Direktur Dewan Ekonomi Nasional, Kevin Hassett, menyatakan bahwa Presiden Trump dapat memberhentikan Ketua The Fed Jerome Powell jika ditemukan "alasan yang kuat", menimbulkan kekhawatiran atas independensi bank sentral.
Kondisi ini membuat pasar semakin waspada terhadap risiko campur tangan politik dalam kebijakan moneter, meskipun inflasi menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Investor kini menilai seberapa besar ruang manuver yang dimiliki The Fed dan BI dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan.
UE dan Indonesia Capai Kesepakatan CEPA
Di tengah ketegangan geopolitik global, kabar positif datang dari kerja sama internasional. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengumumkan bahwa kesepakatan politik telah dicapai untuk memajukan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) antara Uni Eropa dan Indonesia.
Kesepakatan ini diharapkan membuka peluang besar di sektor pertanian dan otomotif, serta memperluas akses pasar kedua belah pihak. Dalam konferensi pers bersama Presiden Indonesia Prabowo Subianto, von der Leyen menyatakan bahwa potensi perdagangan UE-Indonesia masih belum tergarap maksimal. Prabowo menyambut kerja sama ini sebagai sinyal penting di era global yang penuh ketidakpastian, sekaligus menegaskan pentingnya partisipasi aktif Eropa dalam perekonomian Indonesia.
Pertanyaan Umum Seputar Bank-Bank Sentral
Bank Sentral memiliki mandat utama yaitu memastikan adanya stabilitas harga di suatu negara atau kawasan. Perekonomian terus-menerus menghadapi inflasi atau deflasi ketika harga barang dan jasa tertentu berfluktuasi. Kenaikan harga yang terus-menerus untuk barang yang sama berarti inflasi, penurunan harga yang terus-menerus untuk barang yang sama berarti deflasi. Tugas bank sentral adalah menjaga permintaan tetap sesuai dengan mengubah suku bunga kebijakannya. Bagi bank sentral terbesar seperti Federal Reserve AS (The Fed), Bank Sentral Eropa (ECB) atau Bank of England (BoE), mandatnya adalah menjaga inflasi mendekati 2%.
Bank sentral memiliki satu alat penting yang dapat digunakan untuk menaikkan atau menurunkan inflasi, yaitu dengan mengubah suku bunga acuannya, yang umumnya dikenal sebagai suku bunga. Pada saat-saat yang telah dikomunikasikan sebelumnya, bank sentral akan mengeluarkan pernyataan dengan suku bunga acuannya dan memberikan alasan tambahan terkait mengapa bank ini mempertahankan atau mengubahnya (memotong atau menaikkan). Bank-bank lokal akan menyesuaikan suku bunga tabungan dan pinjaman mereka, yang pada gilirannya akan mempersulit atau mempermudah orang untuk mendapatkan penghasilan dari tabungan mereka atau bagi perusahaan-perusahaan untuk mengambil pinjaman dan melakukan investasi dalam bisnis mereka. Ketika bank sentral menaikkan suku bunga secara substansial, hal ini disebut pengetatan moneter. Ketika memotong suku bunga acuannya, maka disebut pelonggaran moneter.
Bank sentral sering kali independen secara politik. Anggota dewan kebijakan bank sentral melewati serangkaian panel dan sidang sebelum diangkat ke kursi dewan kebijakan. Setiap anggota di dewan tersebut sering kali memiliki keyakinan tertentu tentang bagaimana bank sentral harus mengendalikan inflasi dan kebijakan moneter berikutnya. Anggota yang menginginkan kebijakan moneter yang sangat longgar, dengan suku bunga rendah dan pinjaman murah, untuk meningkatkan ekonomi secara substansial semantara merasa puas melihat inflasi sedikit di atas 2%, disebut 'dove'. Anggota yang lebih suka melihat suku bunga yang lebih tinggi untuk menghargai tabungan dan ingin menjaga inflasi tetap rendah setiap saat disebut 'hawk' dan tidak akan beristirahat sampai inflasi mencapai atau sedikit di bawah 2%.
Biasanya, ada ketua atau presiden yang memimpin setiap rapat, perlu menciptakan konsensus antara pihak yang mendukung atau menentang kebijakan moneter dan memiliki keputusan akhir ketika keputusan harus diambil berdasarkan suara yang terbagi untuk menghindari hasil seri 50-50 mengenai apakah kebijakan saat ini harus disesuaikan. Ketua akan menyampaikan pidato yang sering kali dapat diikuti secara langsung, di mana sikap dan prospek moneter saat ini dikomunikasikan. Bank sentral akan mencoba untuk mendorong kebijakan moneternya tanpa memicu perubahan tajam pada suku bunga, ekuitas, atau mata uangnya. Semua anggota bank sentral akan mengarahkan sikap mereka ke pasar sebelum acara rapat kebijakan. Beberapa hari sebelum rapat kebijakan berlangsung hingga kebijakan baru dikomunikasikan, anggota dilarang berbicara di depan umum. Hal ini disebut periode blackout.
Được in lại từ FXStreet_id, bản quyền được giữ lại bởi tác giả gốc.
Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Nội dung trên chỉ đại diện cho quan điểm của tác giả hoặc khách mời. Nó không đại diện cho quan điểm hoặc lập trường của FOLLOWME và không có nghĩa là FOLLOWME đồng ý với tuyên bố hoặc mô tả của họ, cũng không cấu thành bất kỳ lời khuyên đầu tư nào. Đối với tất cả các hành động do khách truy cập thực hiện dựa trên thông tin do cộng đồng FOLLOWME cung cấp, cộng đồng không chịu bất kỳ hình thức trách nhiệm nào trừ khi có cam kết rõ ràng bằng văn bản.
Website Cộng đồng Giao Dịch FOLLOWME: www.followme.asia
Tải thất bại ()