- Kurs Rupiah melemah ke 16.287 terhadap Dolar AS, tertekan sentimen global dan antisipasi data inflasi AS.
- BI diprediksi pangkas suku bunga 25 bp ke 5,25% pada hari Rabu, mendukung pertumbuhan namun berisiko menambah tekanan jangka pendek pada Rupiah.
- IHK AS Juni diprakirakan naik ke 2,7% dan inti ke 3% YoY, yang dapat mempersempit ruang penguatan Rupiah akibat ekspektasi kebijakan ketat The Fed.
Nilai tukar Rupiah Indonesia (IDR) melanjutkan pelemahannya terhadap Dolar AS (USD) di awal perdagangan sesi Eropa hari Selasa, mencerminkan tekanan eksternal yang belum mereda. Pasangan mata uang USD/IDR tercatat menguat ke 16.287 per USD, naik 19 poin (0,12%) secara harian, dan secara tahunan telah menguat 0,71%, menandakan tren pelemahan Rupiah yang berkelanjutan.
Di pasar obligasi, investor memusatkan perhatian pada lelang pemerintah senilai IDR 27 triliun, dengan minat diprakirakan mengarah pada tenor menengah hingga panjang (5-15 tahun). Pilihan tenor ini menunjukkan sikap hati-hati investor dalam menyeimbangkan imbal hasil dan stabilitas portofolio di tengah ketidakpastian global, sekaligus memperlihatkan bahwa risiko eksternal masih menjadi faktor penahan penguatan Rupiah.
ULN Indonesia Tumbuh 6,8% YoY, BI Diprediksi Pangkas Suku Bunga
Dari sisi fundamental, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Mei tercatat USD 435,6 miliar, tumbuh 6,8% YoY meski melambat dibanding April (8,2%). ULN pemerintah naik 9,8% akibat jatuh tempo SBN internasional, sementara ULN swasta justru terkontraksi 0,9%. Struktur ULN tetap dianggap sehat – rasio 30,6% terhadap PDB dan dominasi utang jangka panjang 84,6% menjadi bantalan penting yang menjaga persepsi kepercayaan investor, meski tidak cukup kuat untuk meredam seluruh tekanan pada Rupiah.
Sorotan kini bergeser ke Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 16 Juli. Menurut survei Reuters, sebagian ekonomi memproyeksikan BI akan memangkas suku bunga acuan 25 basis poin ke 5,25%, melanjutkan siklus pelonggaran yang sempat tertunda. Inflasi Juni yang terkendali di 1,87% dan penguatan Rupiah sebelumnya sebesar 0,5% memberi ruang untuk pelonggaran. Namun pasar tetap berhati-hati. Ketidakpastian tarif baru AS per 1 Agustus membuat proyeksi terpecah – langkah ini positif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik yang diprakirakan 4,8% pada 2025, tetapi dalam jangka pendek, divergensi kebijakan dengan The Fed bisa menambah tekanan pada Rupiah.
Tekanan Global Berlapis, Rupiah Bergantung pada Inflasi AS dan Permintaan Komoditas Tiongkok
Secara eksternal, pasar global juga memberi tekanan berlapis. Inflasi AS Juni yang akan dirilis malam ini diprakirakan naik ke 2,7% dengan IHK inti ke 3% YoY, sebuah skenario yang jika terkonfirmasi, akan memperkuat Dolar dan mempersempit ruang penguatan Rupiah. Dari Tiongkok, pertumbuhan PDB 5,2% dan produksi industri 6,8% menjadi kabar baik bagi permintaan komoditas Indonesia – potensi yang setidaknya menahan sebagian tekanan melalui surplus perdagangan. Namun, perlambatan penjualan ritel Tiongkok ke 4,8% tetap menjadi pengingat bahwa konsumsi domestik negara ini melemah, membatasi prospek ekspor non-komoditas Indonesia.
Kombinasi dinamika domestik dan global inilah yang membuat Rupiah, setidaknya dalam jangka pendek, masih diprakirakan bergerak rentan dengan volatilitas tinggi. Pasar pun memilih berhati-hati, menunggu arah inflasi AS dan kepastian dari keputusan sebelum mengambil posisi lebih agresif.
Indikator Ekonomi
Indeks Harga Konsumen (Thn/Thn)
Kecenderungan inflasi atau deflasi diukur dengan menjumlahkan harga sekeranjang barang dan jasa secara berkala dan menyajikan datanya sebagai Indeks Harga Konsumen (IHK). Data IHK dikumpulkan setiap bulan dan dirilis oleh Departemen Statistik Tenaga Kerja AS. Laporan bulanan ini membandingkan harga barang-barang pada bulan referensi dengan bulan sebelumnya. IHK Tidak termasuk Makanan & Energi tidak menyertakan komponen makanan dan energi yang lebih fluktuatif untuk memberikan pengukuran tekanan harga yang lebih akurat. Secara umum, angka yang tinggi dipandang sebagai bullish bagi Dolar AS (USD), sedangkan angka yang rendah dianggap sebagai bearish.
Baca lebih lanjutRilis berikutnya Sel Jul 15, 2025 12.30
Frekuensi: Bulanan
Konsensus: 2.7%
Sebelumnya: 2.4%
Sumber: US Bureau of Labor Statistics
Federal Reserve AS (The Fed) memiliki mandat ganda untuk menjaga stabilitas harga dan lapangan kerja maksimum. Menurut mandat tersebut, inflasi seharusnya berada di sekitar 2% YoY dan telah menjadi pilar terlemah dari arahan bank sentral sejak dunia mengalami pandemi, yang berlanjut hingga saat ini. Tekanan harga terus meningkat di tengah masalah rantai pasokan dan kemacetan, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) bertahan di level tertinggi multi-dekade. The Fed telah mengambil langkah-langkah untuk mengekang inflasi dan diprakirakan akan mempertahankan sikap agresif di masa mendatang.
Được in lại từ FXStreet_id, bản quyền được giữ lại bởi tác giả gốc.
Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Nội dung trên chỉ đại diện cho quan điểm của tác giả hoặc khách mời. Nó không đại diện cho quan điểm hoặc lập trường của FOLLOWME và không có nghĩa là FOLLOWME đồng ý với tuyên bố hoặc mô tả của họ, cũng không cấu thành bất kỳ lời khuyên đầu tư nào. Đối với tất cả các hành động do khách truy cập thực hiện dựa trên thông tin do cộng đồng FOLLOWME cung cấp, cộng đồng không chịu bất kỳ hình thức trách nhiệm nào trừ khi có cam kết rõ ràng bằng văn bản.
Website Cộng đồng Giao Dịch FOLLOWME: www.followme.asia
Tải thất bại ()