Posisi Beli pada Mata Uang Asia Memudar, Posisi Jual Rupee India Tertinggi dalam 5 Bulan

Ipotnews - Posisi beli ( long positions ) pada sebagian besar mata uang Asia menurun dalam dua pekan terakhir karena pelaku pasar mengambil sikap hati-hati terhadap dolar AS. Sentimen terhadap rupee India berubah drastis menjadi  bearish  akibat ancaman tarif besar dari AS.
Hasil jajak pendapat Reuters, Kamis (7/8), menunjukkan peserta survei telah memangkas taruhan beli ( long bets ) mereka pada yuan China ke level terendah dalam setahun, dan pada dolar Taiwan ke titik terendah dalam 19 bulan.
Survei dua mingguan terhadap 12 responden itu juga memperlihatkan, taruhan jual ( short bets ) terhadap rupee India melonjak ke level tertinggi sejak awal Maret setelah Presiden AS Donald Trump mengancam akan menggandakan tarif terhadap impor barang-barang India karena pembelian minyak Rusia.
Deepali Bhargava, kepala riset regional Asia-Pasifik di ING, memperkirakan tarif tersebut akan memiliki "dampak yang signifikan" terhadap pertumbuhan ekonomi India dan melemahkan sentimen investor. Namun keputusan bank sentral untuk mempertahankan suku bunga bisa membantu menstabilkan rupee, imbuhnya seperti dikutip Reuters.
Analis Maybank memperkirakan pasangan USD-INR akan menghadapi tekanan naik menyusul ancaman Trump mengenai tambahan tarif atas impor India. Nilaitukar dolar-rupee ini diprediksi akan menembus level resistensi 88 per dolar di tengah tanda-tanda kebuntuan dalam pembicaraan dengan AS.
Reuters mencatat, mata uang Asia menguat tajam pada paruh pertama tahun ini akibat pelemahan dolar. Meskipun peningkatan ekspektasi akan pemangkasan suku bunga AS bisa menekan dolar, investor tetap berhati-hati karena kekhawatiran bahwa penerapan tarif AS dapat membebani pertumbuhan ekonomi kawasan.
Responden juga menjadi  bearish  terhadap won Korea Selatan untuk pertama kalinya sejak pertengahan April, karena ketidakpastian terkait reformasi kebijakan pajak. Ancaman tarif AS pada sektor semikonduktor dan farmasi juga mengaburkan prospek ke depan.
Posisi  bearish  juga muncul pada rupiah Indonesia untuk pertama kalinya dalam hampir tiga bulan, sementara  short bets  pada peso Filipina naik ke level tertinggi dalam enam bulan.
Sebaliknya, investor tetap  bullish  terhadap dolar Singapura karena stabilitas politik negara-kota tersebut, pajak yang rendah, dan saham berimbal hasil tinggi menarik modal asing yang mencari kualitas dan perlindungan di masa ketidakpastian.
Investor juga tetap optimistis terhadap ringgit Malaysia dan baht Thailand.
Pelaku pasar menilai penguatan baht menjadi kontraproduktif bagi ekonomi Thailand yang bergantung pada ekspor dan pariwisata. Selain itu, saat ini Thailand sedang menghadapi keterbatasan ruang fiskal, tingginya utang rumah tangga, dan ketidakpastian politik.
Mata uang tersebut telah naik lebih dari 6% tahun ini, meskipun tidak sebesar beberapa rekannya, namun tetap menjadi tantangan bagi eksportir Thailand yang kini menghadapi lebih banyak persaingan.
Jeff Ng, kepala strategi makro Asia di SMBC , memprediksi penguatan baht akan terbatas ke depan dan memperkirakan dukungan terhadap mata uang tersebut berasal dari kejelasan kondisi politik, pariwisata, dan belanja fiskal.
Survei posisi mata uang Asia ini berfokus pada apa yang diyakini oleh analis dan manajer dana sebagai posisi pasar saat ini pada sembilan mata uang pasar berkembang Asia: yuan Tiongkok, won Korea Selatan, dolar Singapura, rupiah Indonesia, dolar Taiwan, rupee India, peso Filipina, ringgit Malaysia, dan baht Thailand.
 The survey findings are provided below (positions in U.S. dollar versus each currency): 


Sumber : Admin