Minyak Melambung 2% di Tengah Prospek Pelonggaran The Fed dan Perundingan Trump-Putin

Ipotnews - Harga minyak melonjak sekitar 2% ke level tertinggi dalam satu minggu, Kamis, setelah Presiden AS Donald Trump memperingatkan "konsekuensi serius" jika perundingannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin mengenai Ukraina gagal, dan juga didorong optimisme bahwa kemungkinan pemotongan suku bunga AS bulan depan dapat memacu permintaan minyak.
Bank sentral, seperti Federal Reserve, menggunakan suku bunga untuk mengendalikan inflasi. Suku bunga yang lebih rendah mengurangi biaya pinjaman konsumen dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi serta permintaan minyak.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup melesat USD1,21, atau 1,8%, menjadi USD66,84 per barel, demikian laporan  Reuters,  di New York, Kamis (14/8) atau Jumat (15/8) pagi WIB.
Sementara, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), melambung USD1,31, atau 2,1%, menjadi USD63,96 per barel.
Kenaikan harga tersebut mendorong kedua patokan minyak mentah keluar dari wilayah jenuh jual secara teknikal untuk kali pertama dalam tiga hari, dan mendorong Brent ke level penutupan tertinggi sejak 6 Agustus.
Selasa, Brent ditutup pada harga terendah sejak 5 Juni, dan WTI berakhir di harga terendah sejak 2 Juni, sebagian karena data persediaan dan pasokan yang melemah dari Badan Informasi Energi (EIA) Amerika dan Badan Energi Internasional (IEA).
Kamis, Trump mengatakan dia yakin Putin siap membuat kesepakatan untuk mengakhiri perang di Ukraina setelah Presiden Rusia tersebut melontarkan prospek perjanjian senjata nuklir menjelang pertemuan puncak mereka di Alaska.
Namun pada Rabu, Trump mengancam akan memberikan "konsekuensi berat" jika Putin tidak menyetujui perdamaian di Ukraina, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. Trump memperingatkan sanksi ekonomi jika pertemuan Jumat tidak membuahkan hasil.
Rusia adalah produsen minyak mentah terbesar kedua pada 2024 setelah AS, sehingga perjanjian apa pun yang dapat meringankan sanksi terhadap Moskow kemungkinan akan meningkatkan jumlah minyak Rusia yang tersedia untuk diekspor ke pasar global.
Trump mengancam akan memberlakukan tarif sekunder terhadap pembeli minyak mentah Rusia, terutama China dan India, jika Moskow melanjutkan perangnya di Ukraina.
"Ketidakpastian perundingan damai AS-Rusia terus menambah premi risiko bullish mengingat pembeli minyak Rusia dapat menghadapi tekanan ekonomi yang lebih besar," kata Rystad Energy.
Namun, beberapa analis tetap skeptis Trump akan mengambil tindakan yang dapat mengganggu pasokan minyak secara signifikan.
Pemotongan Suku Bunga
Ekspektasi bahwa the Fed akan memangkas suku bunga pada September juga menopang harga minyak. Sebagian besar trader yakin pelonggaran akan terjadi bulan depan setelah harga konsumen AS meningkat dengan laju moderat sepanjang Juli.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengatakan dia berpikir pemangkasan setengah poin persentase yang agresif mungkin dilakukan mengingat angka ketenagakerjaan yang lemah baru-baru ini.
Namun, lonjakan harga grosir kemungkinan akan meningkatkan kekhawatiran di antara perumus kebijakan the Fed bahwa kenaikan inflasi tetap menjadi risiko, memanaskan perdebatan mengenai alasan penurunan suku bunga bulan depan, serta membuat ketegangan antara bank sentral dan Gedung Putih belum terselesaikan.
Di Eropa, investasi minyak dan gas Norwegia diperkirakan mencapai puncaknya tahun ini dan mulai menurun pada 2026 seiring dengan selesainya sejumlah proyek besar, menurut survei badan statistik terhadap pelaku industri, Kamis.
Norwegia memproduksi sekitar 2% minyak dunia. Negara ini menjadi pemasok gas terbesar di Eropa setelah invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. (ef)

Sumber : Admin