Rupiah Stabil, Pasar Mengukur Dampak Politik AS dan Dinamika Domestik

avatar
· Views 24
  • Rupiah bergerak stabil di Rp16.267 per dolar AS, membentuk pola doji setelah sesi sebelumnya menguat moderat.
  • Demonstrasi di DPR dan penerbitan Patriot Bond senilai Rp50 triliun menambah warna dinamika domestik.
  • Ketegangan politik di AS memuncak setelah Presiden Trump memecat Gubernur The Fed Lisa Cook, di tengah ekspektasi pemangkasan suku bunga September.

Rupiah Indonesia (IDR) nyaris tak bergerak di level Rp16.267 per dolar AS (USD) pada perdagangan Selasa di awal sesi Eropa mencetak pola doji yang mencerminkan ketidakpastian arah jangka pendek. Setelah mencatat penguatan moderat pada sesi sebelumnya, pasar kini menunjukkan fase konsolidasi di sekitar area support. Data terkini memperlihatkan pelemahan harian hanya 3 poin atau 0,02%, sementara depresiasi tahunan mencapai 5,08%, menunjukkan tekanan struktural masih membayangi meski sentimen harian mereda.

Demonstrasi DPR dan Ketiadaan Katalis Domestik

Minimnya sentimen baru di dalam negeri menjadi salah satu faktor yang menahan pergerakan rupiah. Aksi unjuk rasa besar-besaran yang terjadi pada Senin, di mana ratusan demonstran memprotes gaji dan tunjangan DPR yang disebut melebihi Rp100 juta per bulan, memicu bentrokan dengan aparat. Selain menyoroti ketimpangan kesejahteraan, aksi ini juga mengangkat isu soal korupsi, dominasi militer, dan kebijakan ekonomi yang dianggap berpihak pada elite. Meski belum berdampak langsung terhadap rupiah, dinamika politik semacam ini tetap dipantau pelaku pasar sebagai faktor risiko laten.

Obligasi Patriot dan Proyek Waste to Energy

Dari sisi fundamental domestik, kabar positif datang dari sektor pembiayaan hijau. Danantara Indonesia mengumumkan penerbitan Obligasi Patriot senilai Rp50 triliun melalui skema private placement, dengan kupon 2% dan tenor 5-7 tahun. Dana tersebut akan digunakan untuk 33 proyek waste to energy tanpa skema tipping fee, sejalan dengan mandat Presiden dan dukungan PLN. Meski belum memberikan pengaruh langsung ke kurs, penerbitan obligasi ini mencerminkan upaya pemerintah membangun narasi transisi energi yang berkelanjutan dan dapat menarik minat investor jangka panjang.

Gejolak Politik AS dan Tekanan terhadap The Fed

Sementara itu, faktor eksternal kembali menjadi sorotan. Ketidakpastian politik AS meningkat setelah Presiden Donald Trump memecat Gubernur The Fed, Lisa Cook, dengan tuduhan membuat pernyataan palsu terkait aplikasi hipotek. Namun, Cook menyatakan menolak mundur dan akan tetap menjalankan tugasnya, memunculkan potensi konflik hukum antara bank sentral dan eksekutif. Situasi ini terjadi di saat Ketua The Fed, Jerome Powell, baru saja mengisyaratkan kemungkinan pemangkasan suku bunga pada September, meski tetap menyoroti risiko inflasi yang masih mengancam. Menurut CME FedWatch, probabilitas pasar terhadap penurunan suku bunga kini mencapai hampir 85%, naik tajam dari 61,9% sebulan lalu.

Tarif Dagang dan Tekanan Geopolitik

Trump juga memperkeras retorika dagang global dengan mengancam tarif 200% atas produk Tiongkok jika Beijing tidak menjual magnet ke AS, serta menegaskan tarif 15% atas Korea Selatan tetap berlaku meski Presiden Lee Jae Myung telah berkunjung ke Washington. Tak hanya itu, tarif terhadap India akan dilipatgandakan mulai Rabu, menyusul kritik AS terhadap pembelian minyak Rusia oleh India. Seluruh langkah ini berpotensi meningkatkan ketegangan geopolitik dan menjadi tekanan tambahan bagi aset berisiko, termasuk emerging currencies seperti rupiah.

Data Ekonomi AS Jadi Katalis Berikutnya

Dalam waktu dekat, perhatian pasar global akan bergeser ke sejumlah rilis data ekonomi utama dari Amerika Serikat yang berpotensi menjadi penentu arah kebijakan moneter The Fed. Di antaranya adalah laporan Keyakinan Konsumen versi Conference Board, Pesanan Barang Tahan Lama, serta Indeks Aktivitas Manufaktur dari The Fed Richmond. Data ini akan menjadi pratinjau dinamika permintaan domestik AS. Menjelang akhir pekan, fokus akan mengerucut pada dua indikator penting – yakni Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II dan Indeks Harga Konsumsi Pribadi (PCE) Juli, yang menjadi barometer utama inflasi bagi bank sentral AS. Di tengah memanasnya situasi politik Washington dan spekulasi penurunan suku bunga, rangkaian data ini akan menjadi titik krusial yang memengaruhi arah dolar dan berimbas langsung pada stabilitas rupiah.

Pasangan mata uang USD/IDR diprakirakan bergerak dalam kisaran Rp16.200-Rp16.300 pada perdagangan hari ini, sambil menunggu konfirmasi arah dari data dan sentimen eksternal.

Pertanyaan Umum Seputar The Fed

Kebijakan moneter di AS dibentuk oleh Federal Reserve (The Fed). The Fed memiliki dua mandat: mencapai stabilitas harga dan mendorong lapangan kerja penuh. Alat utamanya untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menyesuaikan suku bunga. Ketika harga naik terlalu cepat dan inflasi berada di atas target The Fed sebesar 2%, Bank sentral ini menaikkan suku bunga, meningkatkan biaya pinjaman di seluruh perekonomian. Hal ini menghasilkan Dolar AS (USD) yang lebih kuat karena menjadikan AS tempat yang lebih menarik bagi para investor internasional untuk menyimpan uang mereka. Ketika inflasi turun di bawah 2% atau Tingkat Pengangguran terlalu tinggi, The Fed dapat menurunkan suku bunga untuk mendorong pinjaman, yang membebani Greenback.

Federal Reserve (The Fed) mengadakan delapan pertemuan kebijakan setahun, di mana Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) menilai kondisi ekonomi dan membuat keputusan kebijakan moneter. FOMC dihadiri oleh dua belas pejabat The Fed – tujuh anggota Dewan Gubernur, presiden Federal Reserve Bank of New York, dan empat dari sebelas presiden Reserve Bank regional yang tersisa, yang menjabat selama satu tahun secara bergilir.

Dalam situasi ekstrem, Federal Reserve dapat menggunakan kebijakan yang disebut Pelonggaran Kuantitatif (QE). QE adalah proses yang dilakukan The Fed untuk meningkatkan aliran kredit secara substansial dalam sistem keuangan yang macet. Ini adalah langkah kebijakan non-standar yang digunakan selama krisis atau ketika inflasi sangat rendah. Ini adalah senjata pilihan The Fed selama Krisis Keuangan Besar pada tahun 2008. Hal ini melibatkan The Fed yang mencetak lebih banyak Dolar dan menggunakannya untuk membeli obligasi berperingkat tinggi dari lembaga keuangan. QE biasanya melemahkan Dolar AS.

Pengetatan kuantitatif (QT) adalah proses kebalikan dari QE, di mana Federal Reserve berhenti membeli obligasi dari lembaga keuangan dan tidak menginvestasikan kembali pokok dari obligasi yang dimilikinya yang jatuh tempo, untuk membeli obligasi baru. Hal ini biasanya berdampak positif terhadap nilai Dolar AS.

Bagikan: Pasokan berita

Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Quan điểm được trình bày hoàn toàn là của tác giả và không đại diện cho quan điểm chính thức của Followme. Followme không chịu trách nhiệm về tính chính xác, đầy đủ hoặc độ tin cậy của thông tin được cung cấp và không chịu trách nhiệm cho bất kỳ hành động nào được thực hiện dựa trên nội dung, trừ khi được nêu rõ bằng văn bản.

Bạn thích bài viết này? Hãy thể hiện sự cảm kích của bạn bằng cách gửi tiền boa cho tác giả.
avatar
Trả lời 0

Tải thất bại ()

  • tradingContest