Arah Rupiah ke Depan Masih Dibayangi Kebijakan The Fed Dan Defisit Fiskal AS

avatar
· Views 5
  • Arah rupiah masih dibayangi kebijakan The Fed dan proyeksi defisit fiskal AS. Ekspektasi penurunan FFR pada September jadi sentimen utama, namun pasar obligasi jangka panjang tetap mencerminkan kekhawatiran fiskal AS.
  • Rupiah melemah ke atas Rp16.300/US$ dalam dua hari terakhir, meski sepanjang Agustus masih mencatat apresiasi 0,7% MTD. Penguatan rupiah tertinggal dibandingkan peso Filipina (+2,1% MTD), baht Thailand (+1,0% MTD), dan ringgit Malaysia (+0,5% MTD).
  • Yield US Treasury tenor pendek turun signifikan, sedangkan yield panjang justru stagnan hingga naik tipis. Menurut Mirae Asset, hal ini mencerminkan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed, namun dengan ketidakpastian jangka panjang akibat risiko pelebaran defisit fiskal AS.

Ipotnews - Arah pergerakan rupiah ke depan diperkirakan masih akan dipengaruhi oleh perkembangan kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan proyeksi pelebaran defisit fiskal Negeri Paman Sam.
Ekspektasi penurunan suku bunga acuan The Federal Reserve (The Fed) di September menjadi sentimen utama yang menggerakkan dolar AS maupun pasar obligasi.
Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto menilai, meski rupiah cenderung melemah dalam dua hari terakhir hingga menembus level Rp16.300 per dolar AS, sepanjang Agustus rupiah masih terapresiasi 0,7% month-to-date (MTD).
Namun, kinerja rupiah itu masih tertinggal dibandingkan peso Filipina (+2,1% MTD), baht Thailand (+1,0% MTD), maupun ringgit Malaysia (+0,5% MTD).
"Apresiasi rupiah relatif lebih kecil dibandingkan mata uang Asia lain, bahkan jauh di bawah penguatan euro, yen, dan pound sterling yang masing-masing menguat 2%-2,4% sepanjang Agustus," kata Rully dalam publikasi risetnya, Jumat (29/8).
Rully menjelaskan, selain faktor dolar, pergerakan rupiah juga terpengaruh dinamika imbal hasil obligasi pemerintah AS. Yield US Treasury tenor 2 tahun turun 33,4 basis poin (bps) ke level 3,62%, sementara tenor 10 tahun terkoreksi 14,4 bps ke 4,23%. Namun, yield jangka panjang (30 tahun) justru naik tipis 0,3 bps menjadi 4,90%.
Menurutnya, perbedaan arah yield itu menunjukkan ekspektasi pasar terhadap kebijakan The Fed yang kemungkinan besar memangkas suku bunga, namun di sisi lain pasar masih cemas dengan ketidakpastian jangka panjang.
"Kekhawatiran utama berasal dari sustainability fiskal AS karena kebijakan Trump berpotensi memperlebar defisit, yang memicu penerbitan surat utang lebih besar," pungkas Rully.(Adhitya/AI)

Sumber : admin

Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Quan điểm được trình bày hoàn toàn là của tác giả và không đại diện cho quan điểm chính thức của Followme. Followme không chịu trách nhiệm về tính chính xác, đầy đủ hoặc độ tin cậy của thông tin được cung cấp và không chịu trách nhiệm cho bất kỳ hành động nào được thực hiện dựa trên nội dung, trừ khi được nêu rõ bằng văn bản.

Bạn thích bài viết này? Hãy thể hiện sự cảm kích của bạn bằng cách gửi tiền boa cho tác giả.
avatar
Trả lời 0

Tải thất bại ()

  • tradingContest