Harga Minyak Melemah di Tengah Kekhawatiran Produksi dan Tarif Amerika

• Harga minyak melemah karena kekhawatiran atas kenaikan produksi global dan dampak tarif AS terhadap permintaan, meski ada gangguan pasokan akibat konflik Rusia-Ukraina.
• Ekspor minyak Rusia ke India diperkirakan naik, di tengah sanksi sekunder AS, sementara pertemuan Modi-Putin di China jadi fokus pasar.
• Prospek harga minyak suram hingga akhir tahun karena output tinggi dari produsen utama, tekanan tarif, dan sentimen pasar menjelang pertemuan OPEC + pada 7 September.

Ipotnews - Harga minyak melemah, Senin, diperdagangkan dalam kisaran sempit di tengah kekhawatiran pasar atas meningkatnya produksi global dan dampak tarif Amerika terhadap permintaan minyak. Di sisi lain, gangguan pasokan akibat eskalasi serangan udara Rusia-Ukraina turut menahan penurunan harga.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, turun 26 sen atau 0,39% menjadi USD67,22 per barel, pada pukul 12.53 WIB, demikian laporan  Reuters  dan  Bloomberg,  di Singapura, Senin (1/9).
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), terkoreksi 25 sen atau 0,39% menjadi USD63,76 per barel. Aktivitas perdagangan diperkirakan relatif sepi seiring libur pasar keuangan di Amerika.
Ketegangan geopolitik di Eropa Timur meningkat setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy berjanji akan membalas serangan drone Rusia yang menyasar infrastruktur listrik di Ukraina utara dan selatan. Kedua negara meningkatkan intensitas serangan udara dalam beberapa pekan terakhir, yang berdampak pada terganggunya ekspor minyak Rusia.
Data pelacakan kapal tanker menunjukkan pengiriman minyak mingguan dari pelabuhan Rusia merosot ke level terendah dalam empat pekan terakhir, yaitu 2,72 juta barel per hari.
Kendati demikian, trader melaporkan ekspor minyak Rusia ke India justru diperkirakan melesat pada September, meski Negeri Bollywood itu menghadapi sanksi sekunder dari AS atas pembelian minyak dari Moskow.
"Pertemuan (Perdana Menteri India Narendra) Modi dan (Presiden Rusia Vladimir) Putin di China akan menjadi sorotan, terutama dalam konteks tekanan dari Amerika Serikat," kata Michael McCarthy, CEO Moomoo Australia, merujuk pada pertemuan dua pemimpin dalam forum Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO).
Sementara itu, jajak pendapat  Reuters , Jumat, memperlihatkan harga minyak diperkirakan tidak akan mengalami kenaikan signifikan hingga akhir tahun, seiring meningkatnya output dari produsen utama dan kekhawatiran terhadap permintaan akibat kebijakan tarif Amerika.
Awal pekan ini juga dibuka dengan rilis data manufaktur dan ekspor dari China, Jepang, dan Korea Selatan -- negara-negara importir minyak terbesar dunia.
Aktivitas pabrik di China dilaporkan tumbuh secara tak terduga pada Agustus, namun ekonomi Asia lainnya menunjukkan pelemahan karena mulai terdampak tarif Amerika, menurut survei swasta.
Harga minyak Brent dan WTI mencatatkan penurunan bulanan pertama dalam empat bulan terakhir pada Agustus, masing-masing anjlok lebih dari 6% akibat kekhawatiran atas kebijakan pasokan OPEC +.
Investor kini menanti pertemuan Organisasi Negara Eksportir Minyak ( OPEC ) dan sekutunya pada 7 September, yang berpotensi memberikan petunjuk arah kebijakan pasokan selanjutnya.
Di sisi lain, data dari Energy Information Administration (EIA) memperlihatkan produksi minyak mentah AS mencetak rekor tertinggi baru pada Juni, naik 133.000 barel per hari menjadi 13,58 juta barel per hari.
Pasar juga akan mencermati laporan pasar tenaga kerja AS minggu ini, yang akan menjadi indikator penting bagi kesehatan ekonomi dan ekspektasi terhadap arah kebijakan suku bunga. Sentimen tersebut dapat memengaruhi minat investor terhadap aset berisiko, termasuk komoditas energi. (Reuters/Bloomberg/AI)

Sumber : Admin