- IHSG menguat ke 7.867 meski investor asing mencatat outflow USD236 juta, dengan sektor industri dan consumer cyclicals memimpin kenaikan.
- Data ekonomi global beragam: sektor manufaktur AS masih kontraksi namun peluang pemangkasan suku bunga The Fed makin besar, sementara China dan Eropa menunjukkan perbaikan.
- Di dalam negeri, gejolak politik tidak memicu panic selling ; BI berhasil menjaga stabilitas Rupiah dan pasar tetap defensif dengan prospek pemangkasan suku bunga tambahan tahun ini.
Ipotnews - Bursa saham Indonesia mengakhiri sesi perdagangan pekan pertama September 2025. Kamis (4/9), dengan melemah 0,23% menjadi 7.867. Posisi tersebut hampir 40 poin lebih tinggi dibanding sesi penutupan pada akhir pekan sebelumnya, setelah menembus level rekor penutupan tertinggi di posisi 8.023 pada Kamis (28/8). Investor asing mencatatkan outflow dari pasar ekuitas sebesar USD236 juta dalam sepekan terakhir.
Weekly Commentary , PT Ashmore Asset Management Indonesia mencatat beberapa peristiwa penting yang terjadi selama sepekan terakhir, antara lain;

Apa yang terjadi selama sepekan terakhir?
Ashmore mencatat, sepanjang pekan ini sektor dengan kinerja terbaik adalah Industri dan Consumer Cyclicals yang masing-masing melesat +5,09% dan +4,83%. Sedangkan sektor dengan kinerja terlemah adalah Infrastruktur dan Teknologi yang masing-masing melorot -2,01% dan -0,63%. Aset dengan performa terbaik minggu ini adalah Bitcoin (+2,83%) dan harga emas (+2,73%), sementara koreksi terjadi pada Indeks CSI 300 (-2,93%) dan Indeks Shanghai Composite (-2,39%).
Di AS, Ashmore menyoroti data PMI manufaktur AS minggu ini lebih lemah dari perkiraan, namun masih menunjukkan perbaikan dibanding bulan sebelumnya, menandai kontraksi selama enam bulan berturut-turut akibat penurunan produksi. Lowongan kerja AS turun ke level terendah sejak September tahun lalu, terutama pada sektor kesehatan dan bantuan sosial. Sementara Kanada mencatat perbaikan PMI manufaktur namun tetap berada dalam zona kontraksi selama tujuh bulan berturut-turut.
Di kawasan Eropa, PMI konstruksi Inggris juga tetap terkontraksi untuk bulan kedelapan berturut-turut, sementara indeks harga rumah naik hanya 2,1% YoY, lebih rendah dari konsensus. Inflasi utama tahunan di Kawasan Eropa terus meningkat didorong harga pangan tak olahan, meski biaya energi turun.
Sementara di China, PMI manufaktur meningkat tak terduga, menunjukkan ekspansi tercepat sejak Maret, sedangkan PMI jasa mencatat ekspansi terkuat sejak Mei tahun lalu.
Di Indonesia, inflasi tahunan sedikit melambat namun masih dalam target BI, sementara surplus perdagangan menurun dibanding tahun lalu.
Kejelasan yang semakin baik
Ashmore menggarisbawahi, rilis data AS minggu ini relatif mixed , dengan ISM Manufaktur Agustus masih dalam kontraksi, namun pasar saham AS tetap ditopang oleh saham-saham teknologi besar. Pelemahan data pasar tenaga kerja AS memperkuat keyakinan ekonom atas pemangkasan suku bunga The Fed pada September, dengan probabilitas 97% untuk satu kali pemangkasan dan ekspektasi dua kali pemangkasan hingga Desember tahun ini.
Namun di lain pihak, Ashmore melihat arah kebijakan suku bunga Fed tetap volatil di tengah ketidakpastian terkait potensi pencopotan pejabat Fed oleh Trump yang mengancam netralitas politik bank sentral, serta tekanan inflasi dari kebijakan perdagangan. Yield US Treasury tenor 2 tahun turun ke 3,60% (-78 bps dari puncaknya tahun ini), sedangkan tenor 10 tahun turun lebih lambat ke 4,18% (-60 bps dari puncaknya).
Di dalam negeri, Ashmore mencatat, Indonesia menghadapi gejolak politik akibat meningkatnya ketidakpuasan masyarakat, namun adanya tuntutan yang jelas dan dimulainya dialog dengan pembuat kebijakan memberi perkembangan positif. Pasar sempat bergejolak di awal pekan, namun tidak terjadi panic selling ataupun circuit breaker (-8% dalam satu hari).
"Bahkan, indeks saham utama Indonesia mencatat kenaikan sejak akhir pekan lalu," tulis Ashmore. BI juga turun tangan menopang Rupiah, menjaga stabilitas di bawah level 16.500. Yield obligasi pemerintah naik, dengan 10Y IndoGB kembali ke sekitar 6,4% dan 2Y IndoGB ke 5,3%.
"Secara keseluruhan, kondisi politik domestik masih menunjukkan sikap wait and see terhadap langkah-langkah yang mungkin diambil sebagai respons atas tuntutan yang disampaikan. Namun, pasar sudah mengambil posisi defensif dan menunjukkan respons yang tangguh dengan volatilitas yang relatif moderat," Ashmore menambahkan.
Sejalan dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga AS, Ashmore menilai masih ada kemungkinan kuat untuk pemangkasan suku bunga lebih lanjut oleh Bank Indonesia tahun ini, dengan perkiraan ekonom akan ada pemangkasan tambahan sebesar 50 bps hingga akhir tahun, mengingat inflasi dan nilai tukar Rupiah tetap berada dalam kendali bank sentral.
Sambil terus memantau perkembangan kondisi, Ashmore mengingatkan bahwa aksi jual besar biasanya dimulai dari instrumen yang sangat likuid seperti saham dan obligasi, sehingga harga-harga instrumen tersebut tertekan pekan ini. "Ketika pasar kembali ke sikap risk-on , instrumen ini pula yang berpotensi mengalami re-rating terkuat. " (Ashmore)

Sumber : Admin
Được in lại từ indopremier_id, bản quyền được giữ lại bởi tác giả gốc.
Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Quan điểm được trình bày hoàn toàn là của tác giả và không đại diện cho quan điểm chính thức của Followme. Followme không chịu trách nhiệm về tính chính xác, đầy đủ hoặc độ tin cậy của thông tin được cung cấp và không chịu trách nhiệm cho bất kỳ hành động nào được thực hiện dựa trên nội dung, trừ khi được nêu rõ bằng văn bản.
Bạn thích bài viết này? Hãy thể hiện sự cảm kích của bạn bằng cách gửi tiền boa cho tác giả.
Tải thất bại ()