- Brent naik 0,93% ke USD67,01 dan WTI melonjak 1,01% jadi USD63,26 per barel, dipicu ketegangan geopolitik usai serangan Israel terhadap Hamas di Qatar.
- Kenaikan dibatasi prospek pasar yang lemah, meski ada dorongan dari rencana tarif Eropa terhadap pembeli minyak Rusia dan ekspektasi pemotongan suku bunga the Fed.
- Potensi gangguan pasokan jangka pendek ada, tapi pasar tetap waspada karena stok meningkat dan langkah agresif AS bisa bentrok dengan kebijakan pengendalian inflasi.
Ipotnews - Harga minyak menguat, Rabu, dipicu serangan Israel terhadap kepemimpinan Hamas di Qatar dan desakan Presiden Donald Trump agar Eropa memberlakukan tarif pada pembeli minyak Rusia. Namun, prospek pasar yang lemah membatasi kenaikan lebih lanjut.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, naik 62 sen atau 0,93% menjadi USD67,01 per barel pada pukul 13.41 WIB, demikian laporan Reuters dan Bloomberg, di Beijing, Rabu (10/9).
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), melonjak 63 sen atau 1,01% menjadi USD63,26 per barel.
Kelvin Wong, analis OANDA, mengatakan, "Kenaikan harga minyak saat ini terutama disebabkan meningkatnya premi risiko geopolitik setelah serangan tak terduga Israel di Doha. Hal ini menimbulkan kekhawatiran potensi gangguan pasokan jangka pendek jika fasilitas produksi minyak anggota OPEC + itu terkena dampak."
Harga minyak ditutup naik 0,6% pada sesi perdagangan sebelumnya setelah Israel mengumumkan serangan tersebut. Namun, Qatar memperingatkan bahwa insiden itu dapat mengancam pembicaraan damai antara Hamas dan Israel.
Reaksi pasar terhadap serangan ini relatif terbatas karena kondisi pasar secara keseluruhan yang lemah. Kedua patokan minyak itu sempat melambung hampir 2% setelah serangan tersebut, namun kemudian turun pasca Amerika memberikan jaminan kepada Doha bahwa kejadian serupa tidak akan terjadi di wilayah mereka dan tidak ada dampak langsung pada pasokan minyak.
"Reaksi terbatas harga minyak terhadap berita ini, ditambah keraguan terhadap klaim Presiden Trump mengenai kemungkinan peningkatan sanksi terhadap minyak Rusia, membuat harga minyak rentan turun," ujar analis IG, Tony Sycamore.
Trump mendorong Uni Eropa untuk mengenakan tarif 100% terhadap China dan India sebagai strategi menekan Presiden Rusia Vladimir Putin, menurut sumber.
China dan India merupakan pembeli utama minyak Rusia, yang membantu menopang keuangan Rusia sejak invasi ke Ukraina pada 2022, meski menghadapi tekanan sanksi berat dari Amerika.
"Perluasan tarif sekunder kepada pembeli besar, seperti China, bisa mengganggu ekspor minyak Rusia dan memperketat pasokan global, yang merupakan sinyal positif bagi harga minyak," tutur analis LSEG .
"Namun, ketidakpastian tetap ada mengenai sejauh mana pemerintah AS akan bertindak, karena langkah agresif dapat bertentangan dengan upaya mengendalikan inflasi dan mempengaruhi Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga."
Pelaku pasar memperkirakan the Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuan pekan depan, yang dapat mendorong aktivitas ekonomi dan permintaan minyak.
Meski demikian, prospek pasokan tetap bearish. Badan Informasi Energi (EIA) Amerika memperingatkan harga minyak mentah global akan menghadapi tekanan signifikan dalam beberapa bulan ke depan akibat peningkatan stok, karena OPEC + menambah output. (Reuters/Bloomberg/AI)
Sumber : Admin
Được in lại từ indopremier_id, bản quyền được giữ lại bởi tác giả gốc.
Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Quan điểm được trình bày hoàn toàn là của tác giả và không đại diện cho quan điểm chính thức của Followme. Followme không chịu trách nhiệm về tính chính xác, đầy đủ hoặc độ tin cậy của thông tin được cung cấp và không chịu trách nhiệm cho bất kỳ hành động nào được thực hiện dựa trên nội dung, trừ khi được nêu rõ bằng văn bản.
Bạn thích bài viết này? Hãy thể hiện sự cảm kích của bạn bằng cách gửi tiền boa cho tác giả.
Tải thất bại ()