- Rupiah menguat ke Rp16.375 per dolar AS pada Jumat (12/9), terdorong ekspektasi kuat bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan pada pertemuan 16-17 September, seiring pelemahan indeks dolar AS.
- Data ekonomi AS menunjukkan inflasi Agustus naik 0,4% (2,9% yoy) sementara pasar tenaga kerja melemah, memperkuat keyakinan pasar terhadap pelonggaran kebijakan moneter The Fed.
- Domestik: Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa mengkritik kebijakan fiskal-moneter yang memperlambat ekonomi. Pemerintah akan menyalurkan Rp200 triliun dari BI ke bank himbara untuk mendorong kredit sektor riil.
Ipotnews - Kurs rupiah finis menguat terhadap dolar Amerika Serikat pada perdagangan akhir pekan, karena sentimen pasar semakin kuat bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga acuan pada pertemuan 16-17 September mendatang.
Mengutip data Bloomberg pada Jumat sore (12/9) pukul 15.00 WIB, kurs rupiah ditutup pada level Rp16.375 per dolar AS, menguat 86 poin, atau 0,53% dibandingkan penutupan Kamis sore (11/9) di level Rp16.461 per dolar AS.
Pengamat pasar valas dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, menuturkan pelemahan indeks dolar AS ikut memberi ruang bagi penguatan rupiah. "Indeks dolar AS melemah di Jumat 12 September 2025," tulis Ibrahim dalam siaran persnya sore ini.
Dari eksternal, rilis data inflasi dan tenaga kerja AS menjadi faktor utama. Harga konsumen AS naik 0,4% pada Agustus dengan inflasi tahunan menyentuh 2,9% -- level tertinggi dalam tujuh bulan.
Namun, pasar tenaga kerja menunjukkan pelemahan, terlihat dari klaim pengangguran mingguan yang naik ke titik tertinggi hampir empat tahun dan perlambatan pertumbuhan penggajian. "Kondisi ini memperkuat ekspektasi bahwa The Fed akan segera melonggarkan kebijakan moneternya," ujar Ibrahim.
Selain itu, pasar juga menyoroti kebijakan energi AS yang berupaya mendorong negara G7 mengenakan tarif lebih tinggi hingga 100% terhadap pembeli minyak Rusia, khususnya India dan Tiongkok. Langkah ini menambah ketidakpastian global di pasar komoditas energi.
Dari dalam negeri, kritik terhadap kebijakan fiskal dan moneter kembali mencuat. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, menilai perlambatan pertumbuhan ekonomi tak lepas dari penempatan dana pemerintah yang terlalu besar di Bank Indonesia (BI), nilainya sempat menyentuh Rp800 triliun.
"Minimnya uang yang beredar beberapa waktu belakangan membuat otoritas fiskal maupun moneter berdosa, karena memicu kecilnya pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 sebesar 5,12% year on year (yoy), lebih baik dibanding kuartal I/2025 yang tumbuh 4,87% yoy. Meski demikian, Purbaya mengkritik langkah BI menerbitkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia ( SRBI ) karena membuat perbankan lebih memilih menempatkan dana di instrumen tersebut ketimbang menyalurkan kredit ke sektor riil.
Sebagai langkah antisipatif, pemerintah menyiapkan penyaluran dana sekitar Rp200 triliun yang semula parkir di BI ke enam bank himbara -- Mandiri, BRI, BNI, BTN, BSI, dan BSN. Dana ini diharapkan bisa mendorong penyaluran kredit ke sektor riil dan menggerakkan perekonomian di tengah ketidakpastian global.
(Adhitya/AI)
Sumber : admin
Được in lại từ indopremier_id, bản quyền được giữ lại bởi tác giả gốc.
Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Quan điểm được trình bày hoàn toàn là của tác giả và không đại diện cho quan điểm chính thức của Followme. Followme không chịu trách nhiệm về tính chính xác, đầy đủ hoặc độ tin cậy của thông tin được cung cấp và không chịu trách nhiệm cho bất kỳ hành động nào được thực hiện dựa trên nội dung, trừ khi được nêu rõ bằng văn bản.
Bạn thích bài viết này? Hãy thể hiện sự cảm kích của bạn bằng cách gửi tiền boa cho tác giả.
Tải thất bại ()