Pasardana.id - Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Alumni Margasiswa Republik Indonesia (DPP Patria) berencana untuk membangun industri peternakan babi. Upaya ini mendapat dukungan dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Agung Suganda, lewat keterangan di Jakarta, Minggu, (14/9), mengatakan pihaknya telah membahas hal itu saat pertemuan dengan DPP Patria yang dilaksanakan pada Jumat (12/9).
"Berbagai isu strategis mengenai pembangunan subsektor peternakan babi di Indonesia, khususnya di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi pembahasan menarik dalam pertemuan tersebut," sebutnya, dikutip Antara.
Pemerintah, kata Agung, akan terus berupaya mencari solusi bersama melalui kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan terkait pembangunan subsektor peternakan babi.
“Kami memahami bahwa babi bukan sekadar komoditas, tetapi juga memiliki nilai ekonomi, sosial, dan budaya yang penting bagi masyarakat di Indonesia Timur," ujarnya.
Karena itu, diperlukan langkah strategis untuk memulihkan populasi, memperbaiki sistem budidaya, serta memastikan kesehatan hewan tetap terjaga.
Agung menambahkan, Kementerian Pertanian (Kementan) akan menyiapkan langkah-langkah penguatan program kesehatan hewan, peningkatan kualitas genetik, hingga pengembangan fasilitas inseminasi buatan khusus babi.
Upaya ini, menurutnya, sejalan dengan visi pembangunan peternakan nasional yang inklusif dan berbasis kearifan lokal.
"Hal lainnya yang dibahas adalah potensi ekspor produk babi Indonesia, khususnya ke Timor Leste, serta peluang pengembangan industri pengolahan yang dapat mendukung peningkatan nilai tambah dan kesejahteraan peternak," beber Agung.
Ketua DPP Patria, Agustinus Tamo Mbapa menyampaikan pertemuan pihaknya dengan Ditjen PKH Kementan bertujuan untuk bertukar pikiran dengan pemerintah terkait tantangan yang dihadapi peternakan babi.
Dia menilai salah satu isu utama adalah serangan virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika yang sejak 2019 telah mengurangi populasi babi nasional hingga hampir 50 persen.
“Dari penurunan populasi ini berdampak signifikan terhadap ekonomi masyarakat di kawasan timur Indonesia, di mana babi memiliki peran penting, tidak hanya sebagai komoditas ekonomi, tetapi juga sebagai bagian dari budaya dan kehidupan sosial,” ujarnya.
Selain dampak ASF, Agustinus juga menyoroti persoalan keterbatasan akses vaksin, serta masih rendahnya produktivitas peternak rakyat. Karena itu, dia mendorong adanya program pemulihan populasi babi, peningkatan akses bibit unggul, penerapan biosekuriti, serta kebijakan yang mendukung keberlanjutan usaha peternakan babi rakyat.
Tải thất bại ()