- Rupiah melemah ke Rp16.593/USD, sudah anjlok 9,56% dalam setahun terakhir.
- Pasar waspadai sinyal politisasi kebijakan setelah BI pangkas suku bunga jadi 4,75%.
- Pemerintah siapkan insentif devisa, BI perkuat bauran kebijakan dan kerja sama ASEAN.
Arah pergerakan Rupiah kembali menjadi perhatian yang tengah melemah ke Rp16.593,1 per dolar AS pada awal pekan ini, naik 31,4 poin (+0,19%) dibanding penutupan Jumat lalu. Dengan kisaran dalam perdagangan harian di level Rp16.573-16.655, dan posisi USD/IDR mendekati batas atas rentang tersebut, risiko pelemahan lanjutan tetap terbuka apabila sentimen global belum membaik dan kebijakan domestik belum cukup meyakinkan. Tren depresiasi ini memperpanjang pelemahan Rupiah yang telah mencapai 1,55% dalam sebulan terakhir dan 9,56% secara tahunan, menjadikannya salah satu mata uang berkinerja paling lemah di Asia. Rupiah juga masih belum sepenuhnya pulih dari tekanan yang sempat mendorongnya menyentuh terendah tahun ini di Rp16.970/USD pada April lalu.
Pelemahan terbaru terjadi di tengah sorotan tajam pasar terhadap independensi Bank Indonesia (BI), menyusul keputusan mengejutkan pada Rabu lalu yang memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bp menjadi 4,75%. Langkah ini memicu kekhawatiran bahwa kebijakan moneter mulai dipengaruhi agenda fiskal Presiden Prabowo, terutama setelah pergantian mendadak menteri keuangan. Pasar kini mencermati sinyal lanjutan dari BI dan pemerintah terkait arah kebijakan, di tengah ekspektasi pelonggaran lebih lanjut dan potensi tekanan eksternal dari siklus suku bunga The Fed.
BI Perkuat Bauran Kebijakan di Tengah Tekanan Arus Modal dan Naiknya Premi Risiko
Bank Indonesia sendiri mencatat Rupiah ditutup di Rp16.500/USD pada 18 September dan dibuka melemah ke Rp16.550/USD pada hari berikutnya. Imbal hasil SBN 10 tahun naik tipis ke 6,29%, sementara DXY melemah ke 97,35 dan imbal hasil UST 10 tahun menguat ke 4,104%. Premi CDS Indonesia juga naik ke 70,17 bp, mencerminkan meningkatnya persepsi risiko. Dari sisi aliran modal, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp8,12 triliun selama 15-18 September, dan secara kumulatif tahun ini telah mencatat jual neto Rp179,35 triliun, terutama di SRBI dan saham.
Untuk menjaga ketahanan eksternal, BI menegaskan komitmen memperkuat bauran kebijakan, termasuk intervensi valas dan kerja sama regional. Dalam ASEAN SLC ke-30 di Yogyakarta, negara anggota sepakat memperdalam integrasi keuangan, memperluas transaksi mata uang lokal, dan memperkuat sistem pembayaran, dengan pertemuan berikutnya dijadwalkan di Filipina awal 2026.
Purbaya Dorong Insentif Devisa, Tegas Tolak Tax Amnesty Jilid III
Di sisi fiskal, pemerintah juga mulai menjajaki insentif agar masyarakat menyimpan dolar di dalam negeri, ketimbang mengirimkannya ke luar. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa skema ini bertujuan memperkuat cadangan devisa serta menyediakan pembiayaan dolar untuk proyek-proyek strategis, dan akan dirancang berbasis mekanisme pasar.
Selain itu, Purbaya juga menegaskan penolakannya terhadap wacana pengampunan pajak jilid III. Ia menilai bahwa pemberian tax amnesty secara berulang justru mencederai kredibilitas sistem perpajakan dan berisiko mendorong perilaku abai terhadap kewajiban pajak.
“Kalau amnesty berkali‑kali, gimana jadi kredibilitas amnesty? Itu memberikan sinyal ke para pembayar pajak bahwa boleh melanggar, nanti ke depan‑depan ada amnesty lagi,” ujarnya, dikutip dari detikFinance.
Purbaya mendorong optimalisasi aturan yang sudah ada, termasuk penguatan pengawasan dan perbaikan administrasi pajak, ketimbang terus memberi ruang bagi pelanggar.
The Fed Mulai Longgarkan Kebijakan, Pasar Takar Peluang Turun ke Bawah 3%
Dari sisi global, Federal Reserve (The Fed) pada pekan lalu menurunkan suku bunga acuan untuk pertama kalinya sejak Desember dan mengindikasikan dua pemangkasan tambahan tahun ini. Ketua Jerome Powell menegaskan bahwa langkah ini adalah bagian dari manajemen risiko, bukan sinyal pelonggaran agresif. Meski begitu, pasar menilai suku bunga jangka pendek bisa turun di bawah 3% pada 2026, membuka ruang bagi kebijakan akomodatif lebih lanjut di negara berkembang.
Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly, juga menyebut bahwa pelonggaran bertujuan menopang pasar tenaga kerja yang mulai melemah, seraya menyoroti tantangan baru dari peran teknologi AI terhadap ketenagakerjaan. Pernyataan ini muncul di tengah tekanan politik dari pemerintahan Trump, serta sorotan terhadap independensi bank sentral AS, menyusul pengaruh besar Gedung Putih terhadap arah suku bunga dan tarif.
Ke depan, arah Rupiah ditentukan oleh kejelasan komunikasi kebijakan dan kredibilitas fiskal-moneter. Dengan ruang manuver BI yang makin terbatas, sinergi bauran kebijakan dan arah fiskal jangka panjang menjadi kunci meredam volatilitas.
Fokus Pasar pada Rentetan Pidato Pejabat The Fed
Malam ini, pasar global akan mencermati serangkaian pidato dari lima pejabat Federal Reserve (The Fed) yang dijadwalkan berbicara mulai pukul 13:45 hingga 16:00 GMT (20:45 WIB-23:00 WIB), termasuk John Williams (Presiden The Fed New York), Alberto Musalem (The Fed St. Louis), Stephen Miran (anggota FOMC baru), serta Hammack dan Thomas Barkin. Rentetan pernyataan ini menjadi penting setelah The Fed pekan lalu memangkas suku bunga untuk pertama kalinya sejak Desember dan membuka peluang dua pemangkasan tambahan tahun ini.
Pasar menanti kepastian sikap dovish terukur dari pidato pejabat The Fed – pelonggaran bertahap untuk menopang pasar tenaga kerja tanpa mengabaikan inflasi. Nada dovish bisa menekan dolar dan mendukung aset berisiko, sementara sinyal hawkish berpotensi menguatkan dolar dan memberi tekanan pada Rupiah.
Pertanyaan Umum Seputar Sentimen Risiko
Dalam dunia jargon keuangan, dua istilah yang umum digunakan, yaitu "risk-on" dan "risk off" merujuk pada tingkat risiko yang bersedia ditanggung investor selama periode yang dirujuk. Dalam pasar "risk-on", para investor optimis tentang masa depan dan lebih bersedia membeli aset-aset berisiko. Dalam pasar "risk-off", para investor mulai "bermain aman" karena mereka khawatir terhadap masa depan, dan karena itu membeli aset-aset yang kurang berisiko yang lebih pasti menghasilkan keuntungan, meskipun relatif kecil.
Biasanya, selama periode "risk-on", pasar saham akan naik, sebagian besar komoditas – kecuali Emas – juga akan naik nilainya, karena mereka diuntungkan oleh prospek pertumbuhan yang positif. Mata uang negara-negara yang merupakan pengekspor komoditas besar menguat karena meningkatnya permintaan, dan Mata Uang Kripto naik. Di pasar "risk-off", Obligasi naik – terutama Obligasi pemerintah utama – Emas bersinar, dan mata uang safe haven seperti Yen Jepang, Franc Swiss, dan Dolar AS semuanya diuntungkan.
Dolar Australia (AUD), Dolar Kanada (CAD), Dolar Selandia Baru (NZD) dan sejumlah mata uang asing minor seperti Rubel (RUB) dan Rand Afrika Selatan (ZAR), semuanya cenderung naik di pasar yang "berisiko". Hal ini karena ekonomi mata uang ini sangat bergantung pada ekspor komoditas untuk pertumbuhan, dan komoditas cenderung naik harganya selama periode berisiko. Hal ini karena para investor memprakirakan permintaan bahan baku yang lebih besar di masa mendatang karena meningkatnya aktivitas ekonomi.
Sejumlah mata uang utama yang cenderung naik selama periode "risk-off" adalah Dolar AS (USD), Yen Jepang (JPY) dan Franc Swiss (CHF). Dolar AS, karena merupakan mata uang cadangan dunia, dan karena pada masa krisis para investor membeli utang pemerintah AS, yang dianggap aman karena ekonomi terbesar di dunia tersebut tidak mungkin gagal bayar. Yen, karena meningkatnya permintaan obligasi pemerintah Jepang, karena sebagian besar dipegang oleh para investor domestik yang tidak mungkin menjualnya – bahkan saat dalam krisis. Franc Swiss, karena undang-undang perbankan Swiss yang ketat menawarkan perlindungan modal yang lebih baik bagi para investor.
Được in lại từ FXStreet_id, bản quyền được giữ lại bởi tác giả gốc.
Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Quan điểm được trình bày hoàn toàn là của tác giả và không đại diện cho quan điểm chính thức của Followme. Followme không chịu trách nhiệm về tính chính xác, đầy đủ hoặc độ tin cậy của thông tin được cung cấp và không chịu trách nhiệm cho bất kỳ hành động nào được thực hiện dựa trên nội dung, trừ khi được nêu rõ bằng văn bản.


Tải thất bại ()