Belum Ada Arah Kebijakan yang Menenangkan Pasar, Rupiah Terancam Terus Tertekan

avatar
· Views 18
  • Rupiah tertekan dolar AS - Penguatan indeks dolar (DXY) dan kenaikan imbal hasil US Treasury 10 tahun ke 4,18% menambah tekanan terhadap rupiah, di tengah berkurangnya kepemilikan asing di SBN.
  • Kebijakan domestik dinilai inkonsisten - Intervensi BI menggunakan cadangan devisa dan pembatalan kebijakan suku bunga simpanan dolar di bank BUMN dianggap menunjukkan kepanikan dan gagal menenangkan pasar.
  • Risiko fiskal dari program MBG - Anggaran jumbo Rp335 triliun pada 2026 untuk program Makan Bergizi Gratis yang bermasalah dinilai menambah risiko keuangan negara dan menggerus kepercayaan investor.

Ipotnews - Belum terlihat adanya arah kebijakan yang bisa menenangkan pasar membuat tekanan terhadap rupiah diprediksi berlanjut dalam jangka menengah.
Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto, menilai otoritas justru cenderung panik dengan langkah kebijakan yang inkonsisten di tengah derasnya arus keluar modal asing dari Surat Berharga Negara (SBN).
Rully menjelaskan, tren pelemahan rupiah sejalan dengan penguatan indeks dolar (DXY) dan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS). "Indeks dolar kembali menembus level 98 untuk pertama kalinya dalam tiga pekan, setelah rilis data ekonomi AS lebih kuat dari ekspektasi," kata Rully dalam publikasi risetnya, Senin (29/9).
Konsumsi masyarakat AS tumbuh 0,6% pada Agustus 2025, melampaui perkiraan 0,5%. Sementara inflasi inti PCE meningkat 0,3%, sesuai konsensus pasar.
"Pasar, terutama obligasi AS, merespons negatif data ekonomi yang lebih kuat. Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun naik ke 4,18%, level tertinggi dalam lebih dari tiga pekan terakhir," terang Rully.
Situasi ini menambah tekanan bagi rupiah, apalagi kepemilikan asing di SBN terus berkurang. Di dalam negeri, respons kebijakan justru dinilai kontraproduktif.
"Bank Indonesia pada Jumat mengumumkan intervensi melalui berbagai instrumen, termasuk cadangan devisa, karena rupiah semakin mendekati Rp17.000 per dolar AS," ungkap Rully.
Sementara itu, pemerintah sempat menaikkan suku bunga simpanan dolar di bank-bank BUMN untuk menarik dana valas dari luar negeri. Namun, kebijakan ini kemudian dibatalkan lantaran justru meningkatkan permintaan terhadap dolar AS.
Lebih jauh, Rully menyoroti risiko tambahan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mengalokasikan anggaran besar Rp335 triliun pada 2026. Program tersebut kini menghadapi masalah serius setelah muncul kasus keracunan massal. "Hal ini menimbulkan risiko besar karena selain membebani fiskal, juga menggerus kepercayaan publik dan investor," tegas Rully.
Dengan kondisi tersebut, Mirae Asset memperkirakan tekanan rupiah akan berlanjut. "Cadangan devisa berpotensi terus tergerus, sementara kepemilikan asing di SBN masih berisiko turun lebih jauh," ucap Rully.(Adhitya/AI)

Sumber : admin

Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Quan điểm được trình bày hoàn toàn là của tác giả và không đại diện cho quan điểm chính thức của Followme. Followme không chịu trách nhiệm về tính chính xác, đầy đủ hoặc độ tin cậy của thông tin được cung cấp và không chịu trách nhiệm cho bất kỳ hành động nào được thực hiện dựa trên nội dung, trừ khi được nêu rõ bằng văn bản.

Bạn thích bài viết này? Hãy thể hiện sự cảm kích của bạn bằng cách gửi tiền boa cho tác giả.
avatar
Trả lời 0

Tải thất bại ()

  • tradingContest