Rupiah Tertahan saat Cadev Menurun di Tengah Ketegangan Fiskal AS dan Kebijakan Stabilisasi BI

avatar
· Views 26
  • Rupiah melemah tipis ke Rp16.562/USD menjelang sesi Eropa, menandai jeda setelah enam hari penguatan.
  • Cadangan devisa menurun dan M0 Adjusted melonjak, mencerminkan strategi Bank Indonesia menjaga keseimbangan nilai tukar dan likuiditas.
  • Ketegangan fiskal AS dan nada hati-hati The Fed menahan ruang penguatan mata uang Asia, termasuk rupiah.

Rupiah melemah tipis setelah ditutup menguat enam hari beruntun, tertahan oleh penguatan dolar AS yang kembali diminati sebagai aset safe haven di tengah ketegangan fiskal global. Pada penutupan pasar spot Senin, rupiah turun 0,08% ke Rp16.554 per dolar AS, sementara menjelang sesi Eropa Selasa bergerak stabil di sekitar Rp16.562, setelah sempat dibuka di Rp16.585. Berdasarkan data Bloomberg, pasangan mata uang USD/IDR bergerak dalam rentang Rp16.535-Rp16.596 sepanjang sesi Asia.

BI Seimbangkan Stabilisasi Rupiah dan Likuiditas, Cadangan Devisa Turun sementara M0 Melonjak

Dari sisi domestik, cadangan devisa Indonesia turun menjadi USD148,7 miliar pada akhir September 2025 dari USD150,7 miliar bulan sebelumnya, terutama akibat pembayaran utang luar negeri dan kebijakan stabilisasi rupiah. Meski menurun, posisi tersebut masih setara 6,2 bulan impor dan berada di atas standar internasional, menandakan ketahanan eksternal yang tetap kuat. Bank Indonesia menilai cadangan ini masih mampu menopang stabilitas makroekonomi, ditopang prospek ekspor yang kuat serta surplus transaksi modal dan finansial berkat persepsi positif investor terhadap ekonomi domestik.

Sejalan dengan itu, Uang Primer (M0) Adjusted melonjak 18,6% (yoy) menjadi Rp2.152,4 triliun, jauh di atas pertumbuhan 7,3% pada Agustus. Lonjakan ini dipicu kenaikan giro bank umum di BI sebesar 37,0% (yoy) dan pertumbuhan uang kartal beredar sebesar 13,5% (yoy). Peningkatan tersebut mencerminkan penambahan likuiditas dalam sistem keuangan, selaras dengan kebijakan BI yang memberikan insentif moneter untuk menjaga transmisi kebijakan tetap lancar di tengah kondisi global yang ketat.

Kedua indikator ini memperlihatkan bahwa Bank Indonesia tengah menyeimbangkan stabilisasi nilai tukar dengan pengelolaan likuiditas domestik. Penurunan cadangan devisa mencerminkan intervensi valas guna meredam volatilitas rupiah, sementara lonjakan M0 menandakan ketersediaan likuiditas rupiah yang tetap terjaga. Kombinasi ini menunjukkan strategi BI menjaga stabilitas eksternal tanpa mengorbankan kelancaran fungsi intermediasi perbankan.

Ketegangan Fiskal AS dan Kebuntuan Anggaran Tekan Sentimen Global, Dolar Tetap Dominan

Sementara di ranah global, prospek pemangkasan suku bunga The Fed memang berpotensi mendukung arus modal ke Asia, namun ketegangan fiskal AS dan kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi masih menahan pelemahan dolar dalam waktu dekat. Kebuntuan anggaran di Washington semakin dalam setelah Senat gagal meloloskan rancangan anggaran sementara, dengan suara 52-42, memperpanjang penutupan pemerintah (shutdown) sejak Rabu lalu. Dampaknya meluas: ribuan pegawai kehilangan gaji, sejumlah layanan publik berhenti, dan tekanan politik terhadap Gedung Putih meningkat. Presiden Donald Trump menyatakan siap bernegosiasi dengan Partai Demokrat mengenai subsidi layanan kesehatan, namun perbedaan sikap terkait ACA dan pemotongan Medicaid menahan kesepakatan. Penasihat Gedung Putih Kevin Hassett bahkan mengisyaratkan “tindakan tegas”, termasuk pemecatan pegawai federal, jika kebuntuan terus berlanjut.

Nada Hati-Hati The Fed Warnai Pasar, Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga Masih Diuji

Di tengah situasi tersebut, narasi kebijakan moneter global juga bergerak hati-hati. Presiden The Fed Kansas City Jeffrey Schmid menegaskan sikap hawkish, menyebut inflasi masih terlalu tinggi dan pentingnya menjaga kredibilitas kebijakan moneter. Ia menilai kebijakan saat ini hanya sedikit restriktif dan sejalan dengan pasar tenaga kerja yang mulai mendingin, sambil memperingatkan bahwa dorongan permintaan berlebihan dapat kembali memicu tekanan harga.

Meski demikian, pasar uang tetap menilai peluang tinggi pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 25 bp pada 29 Oktober, dengan probabilitas 94,1% menurut CME FedWatch. Ekspektasi ini muncul setelah data menunjukkan pelemahan tenaga kerja dan perlambatan aktivitas bisnis, meski tekanan inflasi belum sepenuhnya mereda.

Namun arah kebijakan masih diselimuti ketidakpastian. Penutupan pemerintah AS membuat data resmi tertunda, sehingga pelaku pasar kini lebih bergantung pada komentar pejabat The Fed. Menurut Thu Lan Nguyen dari Commerzbank, nada hati-hati dari Lorie Logan, Austan Goolsbee, dan Philip Jefferson menandakan The Fed kemungkinan menunda pemangkasan suku bunga, yang justru memperkuat dolar. Ia menilai tekanan politik membuat The Fed harus lebih berhati-hati agar tidak kehilangan independensi, sehingga lebih siap menanggung risiko inflasi dibanding risiko deflasi.

Data ADP dan PMI Lemah Picu Kekhawatiran Stagflasi, Pasar Tinjau Ulang Arah The Fed

Sementara itu, minimnya rilis data baru membuat investor juga menyoroti laporan ADP dan PMI ISM sebagai petunjuk arah ekonomi. ADP melaporkan penurunan 32.000 pekerjaan pada September, berlawanan dengan ekspektasi kenaikan 50.000, sementara PMI manufaktur naik tipis ke 49,1 dan PMI jasa turun ke 50, mendekati area stagnasi. Kombinasi inflasi tinggi, melemahnya tenaga kerja, dan perlambatan bisnis kembali membangkitkan kekhawatiran akan risiko stagflasi, memaksa pasar dan The Fed menata ulang keseimbangan antara kredibilitas inflasi dan risiko perlambatan pertumbuhan.

Serangkaian Pidato Pejabat The Fed Malam Ini Jadi Sorotan Pasar

Agenda ekonomi Amerika Serikat pada Selasa, 7 Oktober 2025, akan diwarnai serangkaian pidato pejabat Federal Reserve yang dapat memengaruhi ekspektasi pasar terhadap arah kebijakan suku bunga dan pergerakan dolar AS. Berdasarkan konversi ke waktu Indonesia Barat (WIB, GMT+7), jadwal pidato dimulai malam ini pukul 21:00 oleh Raphael Bostic (Presiden The Fed Atlanta), disusul Michelle Bowman pukul 21:05, Miran pukul 21:30, Neel Kashkari pukul 22:30, dan ditutup dengan pidato lanjutan Miran pada 03:05 dini hari Rabu (8/10).

Meski berdampak menengah, pelaku pasar akan mencermati nada kebijakan (hawkish atau dovish) dari setiap pernyataan untuk mencari petunjuk baru terkait potensi pemangkasan suku bunga 29 Oktober mendatang.

Pertanyaan Umum Seputar Bank-Bank Sentral

Bank Sentral memiliki mandat utama yaitu memastikan adanya stabilitas harga di suatu negara atau kawasan. Perekonomian terus-menerus menghadapi inflasi atau deflasi ketika harga barang dan jasa tertentu berfluktuasi. Kenaikan harga yang terus-menerus untuk barang yang sama berarti inflasi, penurunan harga yang terus-menerus untuk barang yang sama berarti deflasi. Tugas bank sentral adalah menjaga permintaan tetap sesuai dengan mengubah suku bunga kebijakannya. Bagi bank sentral terbesar seperti Federal Reserve AS (The Fed), Bank Sentral Eropa (ECB) atau Bank of England (BoE), mandatnya adalah menjaga inflasi mendekati 2%.

Bank sentral memiliki satu alat penting yang dapat digunakan untuk menaikkan atau menurunkan inflasi, yaitu dengan mengubah suku bunga acuannya, yang umumnya dikenal sebagai suku bunga. Pada saat-saat yang telah dikomunikasikan sebelumnya, bank sentral akan mengeluarkan pernyataan dengan suku bunga acuannya dan memberikan alasan tambahan terkait mengapa bank ini mempertahankan atau mengubahnya (memotong atau menaikkan). Bank-bank lokal akan menyesuaikan suku bunga tabungan dan pinjaman mereka, yang pada gilirannya akan mempersulit atau mempermudah orang untuk mendapatkan penghasilan dari tabungan mereka atau bagi perusahaan-perusahaan untuk mengambil pinjaman dan melakukan investasi dalam bisnis mereka. Ketika bank sentral menaikkan suku bunga secara substansial, hal ini disebut pengetatan moneter. Ketika memotong suku bunga acuannya, maka disebut pelonggaran moneter.

Bank sentral sering kali independen secara politik. Anggota dewan kebijakan bank sentral melewati serangkaian panel dan sidang sebelum diangkat ke kursi dewan kebijakan. Setiap anggota di dewan tersebut sering kali memiliki keyakinan tertentu tentang bagaimana bank sentral harus mengendalikan inflasi dan kebijakan moneter berikutnya. Anggota yang menginginkan kebijakan moneter yang sangat longgar, dengan suku bunga rendah dan pinjaman murah, untuk meningkatkan ekonomi secara substansial semantara merasa puas melihat inflasi sedikit di atas 2%, disebut 'dove'. Anggota yang lebih suka melihat suku bunga yang lebih tinggi untuk menghargai tabungan dan ingin menjaga inflasi tetap rendah setiap saat disebut 'hawk' dan tidak akan beristirahat sampai inflasi mencapai atau sedikit di bawah 2%.

Biasanya, ada ketua atau presiden yang memimpin setiap rapat, perlu menciptakan konsensus antara pihak yang mendukung atau menentang kebijakan moneter dan memiliki keputusan akhir ketika keputusan harus diambil berdasarkan suara yang terbagi untuk menghindari hasil seri 50-50 mengenai apakah kebijakan saat ini harus disesuaikan. Ketua akan menyampaikan pidato yang sering kali dapat diikuti secara langsung, di mana sikap dan prospek moneter saat ini dikomunikasikan. Bank sentral akan mencoba untuk mendorong kebijakan moneternya tanpa memicu perubahan tajam pada suku bunga, ekuitas, atau mata uangnya. Semua anggota bank sentral akan mengarahkan sikap mereka ke pasar sebelum acara rapat kebijakan. Beberapa hari sebelum rapat kebijakan berlangsung hingga kebijakan baru dikomunikasikan, anggota dilarang berbicara di depan umum. Hal ini disebut periode blackout.


Bagikan: Pasokan berita

Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Quan điểm được trình bày hoàn toàn là của tác giả và không đại diện cho quan điểm chính thức của Followme. Followme không chịu trách nhiệm về tính chính xác, đầy đủ hoặc độ tin cậy của thông tin được cung cấp và không chịu trách nhiệm cho bất kỳ hành động nào được thực hiện dựa trên nội dung, trừ khi được nêu rõ bằng văn bản.

Bạn thích bài viết này? Hãy thể hiện sự cảm kích của bạn bằng cách gửi tiền boa cho tác giả.
avatar
Trả lời 0

Tải thất bại ()

  • tradingContest