- Dolar AS melonjak lebih dari 1% minggu ini, didorong pelemahan yen akibat pergantian kepemimpinan dan ekspektasi kebijakan moneter longgar di bawah calon PM Sanae Takaichi.
- Krisis politik di Jepang dan Prancis, serta potensi shutdown berkepanjangan di AS, mendorong investor mencari aset aman seperti emas, sementara euro dan yen tetap tertekan.
- Risalah rapat the Fed menunjukkan kehati-hatian terhadap pemangkasan suku bunga, namun pasar tetap memproyeksikan dua kali penurunan suku bunga hingga akhir 2025.
Ipotnews -- Dolar AS mengambil jeda dari penguatannya, Kamis, setelah mencatat reli tajam sepanjang pekan ini, didorong kejatuhan yen dan ketidakpastian politik di Jepang serta Eropa.
Di sisi lain, kekhawatiran terhadap penutupan pemerintahan (government shutdown) Amerika Serikat yang berkepanjangan mendorong investor untuk mencari aset aman seperti emas, demikian laporan Reuters, di Singapura, Kamis (9/10).
Yen sempat tersungkur ke posisi terendah delapan bulan terhadap dolar, menyusul terpilihnya tokoh konservatif garis keras, Sanae Takaichi, sebagai ketua Partai Demokrat Liberal Jepang (LDP).
Dengan posisi itu, Takaichi diperkirakan menjadi perdana menteri perempuan pertama Jepang, yang memicu spekulasi pasar akan kembalinya kebijakan belanja besar-besaran dan pelonggaran moneter.
Terakhir, yen diperdagangkan sedikit menguat di level 152,55 per dolar, setelah sebelumnya menyentuh 153 pada perdagangan Rabu malam. Sepanjang pekan ini, yen anjlok lebih dari 3%--kinerja mingguan terburuk sejak September 2024.
"Penguatan dolar terhadap yen berlangsung sangat agresif, dan tampaknya belum ada yang bisa menghentikannya," kata Carol Kong, analis Commonwealth Bank of Australia.
Dia menambahkan konfirmasi Takaichi sebagai perdana menteri dan rapat Bank of Japan (BOJ) pada Oktober nanti dapat menjadi pemicu pelemahan lanjutan yen, terutama jika Takaichi menegaskan kembali pandangannya yang dovish terkait kebijakan fiskal dan moneter, serta BOJ tidak memberi sinyal kenaikan suku bunga dalam waktu dekat.
Sementara itu, euro sempat menguat tipis 0,13% menjadi USD1,1644, setelah mencatat penurunan selama tiga hari berturut-turut. Meski demikian, mata uang tunggal Eropa itu masih melorot lebih dari 0,8% sepanjang pekan ini, terseret krisis politik di Prancis pasca pengunduran diri Perdana Menteri Sebastien Lecornu, dan seluruh kabinetnya. Kantor Presiden Emmanuel Macron menyatakan akan menunjuk perdana menteri baru dalam waktu 48 jam.
Pergerakan yen dan euro yang melemah menopang penguatan dolar AS secara keseluruhan. Dolar tercatat melonjak lebih dari 1% selama sepekan terakhir, sementara mata uang utama lainnya cenderung tertekan.
Poundsterling Inggris menguat tipis 0,09% ke posisi USD 1,3416, setelah sempat menyentuh level terendah dua pekan pada sesi sebelumnya.
Dolar Australia naik 0,33% menjadi USD0,6608. Sebaliknya, dolar Selandia Baru masih berada di dekat posisi terendah enam bulan, terakhir diperdagangkan USD0,5803. Mata uang tersebut jatuh sehari sebelumnya setelah Reserve Bank of New Zealand ( RBNZ ) memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin, dengan pernyataan bahwa ekonomi nasional masih rapuh dan membuka ruang untuk pelonggaran lebih lanjut.
Indeks Dolar (Indeks DXY), ukuran greenback terhadap sekeranjang enam mata uang lain, tercatat stabil di posisi 98,73.
Dari sisi kebijakan moneter AS, risalah pertemuan Federal Reserve pada September menunjukkan pejabat bank sentral sepakat risiko terhadap pasar tenaga kerja meningkat cukup signifikan, sehingga membuka kemungkinan pemangkasan suku bunga.
Namun, mereka tetap berhati-hati mengingat inflasi masih tinggi, dan perdebatan internal terus bergulir mengenai seberapa besar beban yang ditanggung ekonomi akibat biaya pinjaman yang tinggi.
"Seperti yang diperkirakan, risalah the Fed mencerminkan kehati-hatian terhadap pemangkasan suku bunga di masa depan," ujar Kong.
Menurutnya, pasar masih memperkirakan dua kali pemangkasan suku bunga hingga akhir tahun, yang juga menjadi proyeksi dasar banknya.
"Risalah tersebut tidak mengubah pandangan pasar secara signifikan. Kita masih harus menunggu data ekonomi terbaru--sayangnya, data itu tidak akan keluar sampai pemerintah AS dibuka kembali," tambahnya.
Penutupan pemerintahan AS yang berlarut-larut dikhawatirkan akan membuat the Fed kesulitan dalam mengambil keputusan pada pertemuan Oktober, karena keterlambatan publikasi data ekonomi penting.
Meski demikian, pasar saat ini tetap memperkirakan sekitar 44 basis poin pelonggaran hingga Desember 2025. (Reuters/AI)
Sumber : Admin
Được in lại từ indopremier_id, bản quyền được giữ lại bởi tác giả gốc.
Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Quan điểm được trình bày hoàn toàn là của tác giả và không đại diện cho quan điểm chính thức của Followme. Followme không chịu trách nhiệm về tính chính xác, đầy đủ hoặc độ tin cậy của thông tin được cung cấp và không chịu trách nhiệm cho bất kỳ hành động nào được thực hiện dựa trên nội dung, trừ khi được nêu rõ bằng văn bản.
        Bạn thích bài viết này? Hãy thể hiện sự cảm kích của bạn bằng cách gửi tiền boa cho tác giả.
        



Tải thất bại ()