- Bank sentral China, India, Jepang, dan Korea Selatan kompak mempertahankan mata uang mereka di tengah meningkatnya ketegangan dagang AS-China.
- Langkah intervensi dan peringatan verbal dilakukan untuk mencegah arus keluar modal serta menjaga stabilitas nilai tukar.
- Analis menilai, upaya ini merupakan taktik negosiasi sekaligus sinyal bahwa Asia siap melawan spekulan pasar valuta asing.
Ipotnews- Para pembuat kebijakan negara-negara perekonomian terbesar di Asia, lancarkan serangan untuk mempertahankan mata uang mereka, seiring memanasnya perang dagang. Para ahli strategi menilai, langkah ini baru saja dimulai.
Otoritas China, India, Jepang, dan Korea Selatan telah turun tangan memperkuat mata uang masing-masing melalui pernyataan maupun tindakan. Para pelaku pasar menyebutkan, upaya tersebut merupakan langkah antisipatif karena perang dagang Washington berisiko menghambat pertumbuhan ekonomi.
Laman Bloomberg. Kamis (16/10) melaporkan, bank sentral India dikabarkan telah mengintervesi pasar dengan menjual dolar di pasar dalam negeri dan luar negeri untuk menangkis serangan spekulatif terhadap rupee.
China menetapkan nilai tengah yuan pada level terkuat dalam setahun pada Kamis ini, sementara Korea Selatan memperingatkan bahwa mereka memantau pergerakan sepihak pada won. Di Jepang, otoritas memperingatkan perlunya menjaga kestabilan pergerakan nilai tukar.
"Eskalasi terbaru dalam ketegangan AS-China menekan sentimen terhadap rupee India, won Korea, dan renminbi. Tak satu pun dari bank sentral tersebut ingin mengambil risiko arus keluar modal atau inflasi impor," kata Brendan McKenna, ahli strategi di Wells Fargo, New York.
"Kemungkinan besar kita akan melihat pertahanan paling kuat dari People's Bank of China dan Reserve Bank of India, meski saya memperkirakan Bank of Korea juga akan tetap aktif," ombuhnya seperti dkutip Bloomberg.
Berbeda dengan banyak episode sebelumnya, unjuk kekuatan kali ini terjadi di tengah pelemahan dolar AS yang kesulitan memperpanjang relinya. Hal ini memicu spekulasi bahwa langkah-langkah tersebut merupakan peringatan dini bagi spekulan agar tidak bertaruh melawan mata uang mereka.
Keinginan menjaga stabilitas terlihat jelas di China. People's Bank of China (PBoC)memperkuat nilai tengah harian alat favoritnya untuk mengarahkan ekspektasi pasar - melewati batas penting 7,1 yuan per dolar dan kemudian ke level terkuat sejak Oktober tahun ini.
Analis mengatakan langkah tersebut mengirim sinyal jelas bahwa bank sentral China lebih mengutamakan stabilitas pasar keuangan dibanding manfaat perdagangan dari pelemahan yuan. Langkah ini juga menegaskan semakin besarnya ketergantungan Beijing pada penggerak pertumbuhan domestik serta komitmennya terhadap internasionalisasi yuan.
"Dalam beberapa tahun terakhir, kita melihat prioritas yang lebih besar pada stabilisasi mata uang," kata Lynn Song, kepala ekonom Greater China di ING Bank NV. "Hal ini bermanfaat untuk menahan tekanan arus keluar modal, menciptakan lingkungan nilai tukar yang lebih stabil bagi ekspansi investasi luar negeri, dan menjadikan yuan lebih menarik untuk digunakan dalam penyelesaian perdagangan," papar Song.
Won Korea Selatan menjauh dari level terlemahnya sejak Mei setelah adanya peringatan verbal dari pejabat Korea Selatan pekan ini. Sementara itu rupee India menguat hampir 1% pada Rabu kemarin setelah dilaporkan adanya intervensi bank sentral.
Namun, terdapat tanda-tanda bahwa volatilitas di pasar valuta asing dapat meningkat dalam beberapa hari mendatang setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa AS kini terlibat dalam perang dagang dengan China. Pada saat yang sama, Menteri Keuangan Scott Bessent menyatakan kemungkinan memperpanjang jeda penerapan bea impor terhadap barang-barang China lebih dari tiga bulan.
Semua ini membuat investor bersiaga terhadap potensi intervensi lebih lanjut dari otoritas.
"Dalam waktu dekat, intervensi kemungkinan akan meningkat," kata Howe Chung Wan, kepala pendapatan tetap Asia di Principal Asset Management. "Mereka tidak ingin volatilitas itu kembali," ujarnya.
Bagi para ahli strategi seperti Anna Wu, gelombang intervensi terbaru ini merupakan bagian dari taktik negosiasi yang digunakan pemerintah saat pembicaraan perdagangan berlangsung.
"Alasan utama di balik berbagai pernyataan dan ancaman ini lebih merupakan taktik dalam pembicaraan perdagangan daripada sinyal arah kebijakan," ujar Wu, ahli strategi lintas-aset di Van Eck Associates. "Prospek pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan tidak terlalu menggembirakan. Tak ada ekonomi besar di dunia yang ingin memperburuk prospek mereka secara struktural." (Bloomberg)

Sumber : admin
Được in lại từ indopremier_id, bản quyền được giữ lại bởi tác giả gốc.
Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Quan điểm được trình bày hoàn toàn là của tác giả và không đại diện cho quan điểm chính thức của Followme. Followme không chịu trách nhiệm về tính chính xác, đầy đủ hoặc độ tin cậy của thông tin được cung cấp và không chịu trách nhiệm cho bất kỳ hành động nào được thực hiện dựa trên nội dung, trừ khi được nêu rõ bằng văn bản.
Bạn thích bài viết này? Hãy thể hiện sự cảm kích của bạn bằng cách gửi tiền boa cho tác giả.


Tải thất bại ()