- Rupiah melemah tipis ke Rp16.587,4 per dolar AS, turun 0,22% dari sesi sebelumnya.
- PMA turun 8,9% yoy di Triwulan III 2025 menjadi Rp212 triliun, penurunan terdalam sejak 2020.
- Indeks Dolar AS (DXY) terus melemah ke 98,04 di tengah kebuntuan fiskal dan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed bulan ini.
Nilai tukar rupiah bergerak di rentang Rp16.563-16.598 sepanjang perdagangan Jumat, masih memperlihatkan fase konsolidasi setelah sempat mencatatkan level terlemah akhir September di sekitar Rp16.800. Pergerakan USD/IDR yang terbatas ini menandakan pasar masih berhati-hati sambil menanti katalis baru dari faktor global.
Tekanan terhadap rupiah terutama bersumber dari penurunan arus Penanaman Modal Asing (PMA) serta kekhawatiran atas dampak kebijakan tarif AS dan shutdown pemerintahan federal yang belum berakhir. Meski begitu, ekspektasi arus modal masuk kuartal IV serta peluang pemangkasan suku bunga The Fed bulan ini memberikan penopang bagi rupiah, menjaga pergerakannya dalam kisaran sempit menjelang Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pekan depan.
Investasi Asing Melemah, Fokus Beralih ke Hilirisasi
Arus PMA ke Indonesia turun 8,9% yoy menjadi Rp212 triliun (US$12,78 miliar) pada kuartal III 2025 — penurunan terdalam sejak 2020, dipicu oleh tarif tinggi AS dan daya beli domestik yang melemah. Singapura tetap menjadi sumber investasi terbesar dengan US$3,8 miliar (28,8%), diikuti Hong Kong, Tiongkok, Malaysia, dan AS.
Sementara itu, total investasi langsung (termasuk PMDN) mencapai Rp491,4 triliun, naik 13,9% yoy dan menciptakan lebih dari 696 ribu lapangan kerja, dengan fokus utama pada industri logam dasar, pertambangan, dan transportasi.
Pemerintah berharap pemulihan arus modal dapat terjadi pada kuartal IV, seiring stabilisasi rupiah dan meningkatnya kepercayaan investor terhadap proyek hilirisasi dan infrastruktur strategis.
Dolar AS Tertekan oleh Kebuntuan Fiskal dan Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga The Fed
Di sisi eksternal, Indeks Dolar AS (DXY) terus melemah ke 98,04, terbebani oleh ketidakpastian fiskal di Washington akibat penutupan pemerintahan federal yang telah memasuki minggu ketiga. Kegagalan Senat AS untuk meloloskan RUU pendanaan memperpanjang kebuntuan politik dan menekan kepercayaan pasar.
Gubernur The Fed Christopher Waller menyatakan dukungan terhadap pemangkasan suku bunga tambahan, sementara pejabat baru Stephen Miran menyerukan jalur pelonggaran yang lebih agresif sepanjang 2025. Jerome Powell, Ketua The Fed, menegaskan bahwa bank sentral tetap berada di jalur pemangkasan seperempat poin bulan ini, meski mengakui data ekonomi menjadi kurang jelas akibat shutdown. Ia menyoroti pelemahan laju perekrutan sebagai sinyal pendinginan pasar tenaga kerja.
Sejalan dengan pandangan tersebut, data ketenagakerjaan terbaru menunjukkan arah yang konsisten. Klaim baru tunjangan pengangguran AS diprakirakan turun ke 217.000 pada pekan yang berakhir 11 Oktober dari 235.000 sebelumnya, menurut JPMorgan dan Goldman Sachs seperti yang dilaporkan Reuters. Meski data resmi tertunda akibat shutdown pemerintah, estimasi menunjukkan PHK tetap rendah, sementara The Fed memantau ketahanan pasar tenaga kerja jelang pertemuan 28-29 Oktober.
Pasar Menanti Sinyal The Fed, Produksi Industri Jadi Sorotan
Agenda ekonomi AS malam ini menampilkan data produksi industri September, dengan konsensus pasar memprakirakan pertumbuhan 0,1% (MoM), sama seperti bulan sebelumnya. Investor juga menanti pidato anggota The Fed, Loretta Mester, yang dijadwalkan pukul 16:25 GMT (23:25 WIB), untuk mencari sinyal tambahan terkait arah kebijakan moneter menjelang risalah rapat FOMC akhir Oktober.
Berdasarkan data CME FedWatch, pasar memprakirakan 94,7% peluang pemangkasan suku bunga The Fed pada Oktober dan 79,6% peluang pemangkasan lanjutan pada Desember. Ekspektasi ini memperkuat pandangan bahwa fase pengetatan moneter AS telah berakhir, membuka ruang bagi dolar untuk melemah lebih jauh dan memberi dukungan jangka pendek bagi rupiah, selama faktor domestik mampu menjaga kepercayaan investor terhadap stabilitas fiskal dan prospek ekonomi Indonesia.
Indikator Ekonomi
Produksi Industri (Bln/Bln)
Produksi Industri yang dikeluarkan oleh Dewan Gubernur Federal Reservemenunjukkan volume produksi industri AS seperti pabrik dan manufaktur. Tren naik dianggap sebagai inflasi yang dapat mengantisipasi suku bunga naik. Jika pertumbuhan produksi industri yang tinggi dihasilkan, ini dapat merupakan sentimen positif (atau bullish) bagi USD.
Baca lebih lanjutRilis berikutnya Jum Okt 17, 2025 13.15
Frekuensi: Bulanan
Konsensus: 0.1%
Sebelumnya: 0.1%
Sumber: Federal Reserve
Được in lại từ FXStreet_id, bản quyền được giữ lại bởi tác giả gốc.
Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Quan điểm được trình bày hoàn toàn là của tác giả và không đại diện cho quan điểm chính thức của Followme. Followme không chịu trách nhiệm về tính chính xác, đầy đủ hoặc độ tin cậy của thông tin được cung cấp và không chịu trách nhiệm cho bất kỳ hành động nào được thực hiện dựa trên nội dung, trừ khi được nêu rõ bằng văn bản.



Tải thất bại ()