Pasardana.id – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengakui bahwa penyerapan anggaran Pemerintah Daerah (Pemda) masih tergolong rendah.
Ada beberapa faktor yang disebutkannya menjadi penyebab lambatnya serapan anggaran ini, antara lain rumitnya prosedur pencairan, sikap hati-hati karena ingin menghindari tuduhan korupsi, dan kurangnya supervisi kepala daerah.
Mendagri Tito menjelaskan, hingga 30 September 2025, pendapatan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) mencapai 70,27 persen atau Rp 949,97 triliun, meningkat dibandingkan tahun lalu yang sebesar 67,82 persen atau Rp 918,98 triliun.
Hanya saja, realisasi belanja daerah justru menurun menjadi 56,07 persen atau Rp 770,13 triliun, lebih rendah dari periode yang sama tahun 2024 sebesar 57,20 persen atau Rp 817,79 triliun.
Untuk itu, dirinya memerintahkan kepala daerah untuk mempercepat realisasi belanja APBD 2025 agar dapat menggerakkan ekonomi lokal.
”Kita harus kerja keras mendorong belanja, kita harapkan mencapai 91 persen paling tidak,” kata Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 yang diselenggarakan di Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Pusat, Senin (20/10).
Dalam rapat yang juga dihadiri Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan jajaran pemerintah daerah dari 38 provinsi, Mendagri Tito menjelaskan, total APBD pada 2025 mencapai Rp 1.300 triliun, terdiri dari transfer keuangan daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 919 triliun dan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 402 triliun.
Beberapa daerah tercatat memiliki kinerja pendapatan tinggi di atas 70 persen, seperti Maluku Utara (83 persen), Kalimantan Selatan (79,34 persen), dan DI Yogyakarta (79,33 persen).
Namun, terdapat pula daerah dengan pendapatan rendah, seperti Kalimantan Tengah (57,79 persen), Maluku (54,50 persen), dan Papua Barat (48,76 persen).
Tingkat pendapatan di kabupaten dan kota juga beragam.
Di tingkat kabupaten, terdapat 20 kabupaten dengan presentase pendapatan di atas 80 persen bahkan ada yang lebih dari 100 persen, yakni Sumbawa Barat dengan pendapatan 109,56 persen.
Namun, masih ada sekitar 20 kabupaten dengan pendapatan di bawah 50 persen, termasuk Tambrauw (45,21 persen) dan Teluk Bintuni (44,41 persen).
Sementara di tingkat kota, 20 daerah mendapatkan APBD di atas 75 persen, dengan tiga tertinggi adalah Kota Banjar Baru (87,99 persen), Denpasar (82,19 persen), dan Banjarmasin (81,95 persen).
Sebanyak 20 kota lainnya mendapatkan APBD rendah di bawah 65 persen, dengan posisi paling rendah ditempati kota Sorong (60,02 persen), Kupang (59,76 persen), dan Prabumulih (59,67 persen).
Sementara itu, penurunan belanja terjadi di level provinsi dengan realisasi 55,59 persen atau Rp 206,67 triliun, lebih rendah sekitar 5 persen dari tahun lalu, yakni 60,68 persen atau Rp 240,79 triliun.
Di sisi lain, kabupaten dan kota menunjukkan kinerja yang sedikit lebih baik. Realisasi belanja pemerintah level kabupaten lebih tinggi, yakni 56,16 persen atau Rp 457,24 triliun dan level kota dan 56,66 persen atau Rp 106,22 triliun.
”Idealnya, kalau pendapatan tinggi, belanja juga tinggi. Tapi masih ada daerah yang menahan belanja dengan alasan cadangan, seperti untuk bencana, atau menunggu administrasi,” kata Tito.


Tải thất bại ()