- Rupiah turun 0,30% ke 16.587 menjelang sesi Eropa di tengah tekanan global.
- Data kredit BI dan ekspektasi pemangkasan suku bunga menjadi sorotan domestik.
- Shutdown pemerintah AS dan prospek dovish The Fed menekan dolar secara global.
Nilai tukar rupiah bergerak melemah ke 16.587 per dolar AS menjelang sesi Eropa, turun 0,30% dibandingkan sehari sebelumnya. Kisaran perdagangan harian pasangan mata uang USD/IDR berada di 16.548-16.591, dengan volatilitas yang cenderung terkendali. Pergerakan ini menandai fase konsolidasi rupiah setelah sempat bertahan di kisaran 16.580 selama pekan sebelumnya.
Pelemahan ini terjadi di tengah penguatan dolar secara terbatas akibat arus permintaan aset safe-haven menyusul shutdown pemerintah AS yang berlanjut ke minggu ketiga. Meskipun tekanan eksternal belum sepenuhnya mereda, pelemahan rupiah dinilai masih dalam koridor wajar, seiring ekspektasi bahwa Bank Indonesia (BI) akan tetap menjaga stabilitas pasar melalui intervensi ganda di pasar valas dan obligasi.
Dorongan dari Kinerja Kredit Domestik
Dari sisi domestik, arah rupiah masih ditopang oleh data perbankan yang kuat. Aktivitas penyaluran kredit masih menunjukkan daya dorong yang kuat. Survei Bank Indonesia yang dirilis hari Senin mencatat SBT permintaan kredit baru mencapai 82,33% pada triwulan III 2025 – sedikit lebih rendah dari kuartal sebelumnya, namun tetap di atas capaian tahun lalu. Sikap kehati-hatian masih terasa, tercermin dari standar kredit yang cenderung ketat. Meski begitu, arah kuartal IV diprakirakan berbalik lebih longgar, dengan SBT naik ke 96,40% seiring prospek ekonomi yang stabil. BI menilai ruang ekspansi kredit tetap terbuka, ditopang kondisi moneter yang kondusif dan risiko yang relatif terkendali.
BI Diprakirakan Kembali Pangkas Suku Bunga, Perry Tekankan Sinergi dan Multilateralisme
Sementara itu, pasar menatap keputusan Bank Indonesia (BI) pada Rabu dengan ekspektasi kuat akan berlanjutnya kebijakan pelonggaran. Bulan lalu, BI telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, menjadikan total pemangkasan sepanjang tahun ini mencapai 125 basis poin. Sejumlah ekonom memprakirakan langkah serupa akan diambil kembali pada Oktober ini, menurunkan suku bunga menjadi 4,50%. Survei median memprakirakan suku bunga kebijakan akan berakhir di 4,25% pada akhir 2025 dan bertahan di level tersebut hingga tahun depan.
Menurut Adam Ahmad Samdin, ekonom di Oxford Economics, toleransi BI terhadap pelemahan rupiah kemungkinan sedikit lebih besar dari sebelumnya, namun tetap terkendali demi memberi ruang bagi pelonggaran tambahan. Ia menilai, "meski suku bunga riil antarbank sudah turun, masih terdapat potensi penurunan lebih lanjut untuk menopang momentum pertumbuhan," ujarnya kepada Reuters.
Di lain kesempatan, dalam forum IMF-World Bank 2025, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan tiga langkah utama untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional: sinergi kebijakan moneter-fiskal, percepatan reformasi struktural melalui hilirisasi dan digitalisasi, serta penguatan kerja sama perdagangan dan investasi dengan mitra utama. Perry menekankan bahwa “multilateralisme jauh lebih efektif dibanding unilateralisme dalam mendorong pertumbuhan global dan mengatasi ketidakseimbangan.”
Ketegangan Politik AS Masih Jadi Pusat Sorotan
Nada kebijakan global yang konstruktif ini kontras dengan dinamika di Amerika Serikat, di mana pasar keuangan masih bergejolak akibat drama fiskal di Washington. Senat AS untuk ke-11 kalinya gagal membuka pemerintahan, memperpanjang shutdown ke minggu keempat. Kebuntuan antara Demokrat dan Republik memperburuk kepercayaan terhadap stabilitas fiskal AS, sekaligus menekan daya tarik dolar di mata investor global.
Dari sisi inflasi, fokus pasar kini tertuju pada data Indeks Harga Konsumen (IHK) inti AS, yang tidak termasuk komponen energi dan pangan yang volatil. The Fed mengamati indikator ini secara ketat, dan diprakirakan naik 0,3% MoM pada September, sama seperti bulan sebelumnya. Secara tahunan, IHK inti diproyeksikan meningkat 3,1% YoY, juga stabil dari Agustus. Inflasi yang lebih tinggi dari ekspektasi dapat kembali mengangkat dolar AS, setidaknya dalam jangka pendek, sambil menahan ruang pelonggaran kebijakan moneter The Fed.
Diplomasi Dagang di Persimpangan
Di tengah kekacauan politik Negeri Paman Sam, Presiden Donald Trump berusaha membentuk narasi optimistis menjelang pertemuan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Ia menyebut peluang kesepakatan dagang sebagai sesuatu yang “fantastis”, namun tetap mengingatkan bahwa kegagalan bisa memicu tarif balasan hingga 155% bagi Beijing. Nada ganda antara harapan dan ancaman ini memperkuat ketidakpastian di pasar valuta, khususnya terhadap prospek perdagangan global.
Ekspektasi Dovish The Fed Menekan USD/IDR
Di sisi moneter, pelaku pasar kini semakin yakin bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga 25 basis poin pada Oktober dan Desember, sebagaimana tercermin dalam proyeksi FedWatch CME Group. Ekspektasi pelonggaran tersebut mempersempit ruang penguatan Dolar AS dan menahan pasangan mata uang USD/IDR di bawah tekanan.
Namun fokus pasar juga tertuju pada inflasi inti AS yang dirilis Jumat, salah satu acuan utama The Fed. Indeks Harga Konsumen (IHK) inti diprakirakan naik 0,3% MoM dan 3,1% YoY pada September, stabil dibanding bulan sebelumnya.
Jika inflasi keluar lebih tinggi dari prakiraan, Dolar AS berpotensi kembali menguat, karena pasar akan menilai ruang pemangkasan suku bunga The Fed menjadi lebih terbatas.
Dalam jangka pendek, rupiah berpotensi bergerak di rentang 16.550-16.620, dengan arah selanjutnya sangat bergantung pada komunikasi BI mengenai prospek pelonggaran. Jika nada kebijakan tetap akomodatif namun berhati-hati, pasar kemungkinan menilai pelemahan saat ini sebagai penyesuaian terukur, bukan tekanan struktural.
Pertanyaan Umum Seputar Sentimen Risiko
Dalam dunia jargon keuangan, dua istilah yang umum digunakan, yaitu "risk-on" dan "risk off" merujuk pada tingkat risiko yang bersedia ditanggung investor selama periode yang dirujuk. Dalam pasar "risk-on", para investor optimis tentang masa depan dan lebih bersedia membeli aset-aset berisiko. Dalam pasar "risk-off", para investor mulai "bermain aman" karena mereka khawatir terhadap masa depan, dan karena itu membeli aset-aset yang kurang berisiko yang lebih pasti menghasilkan keuntungan, meskipun relatif kecil.
Biasanya, selama periode "risk-on", pasar saham akan naik, sebagian besar komoditas – kecuali Emas – juga akan naik nilainya, karena mereka diuntungkan oleh prospek pertumbuhan yang positif. Mata uang negara-negara yang merupakan pengekspor komoditas besar menguat karena meningkatnya permintaan, dan Mata Uang Kripto naik. Di pasar "risk-off", Obligasi naik – terutama Obligasi pemerintah utama – Emas bersinar, dan mata uang safe haven seperti Yen Jepang, Franc Swiss, dan Dolar AS semuanya diuntungkan.
Dolar Australia (AUD), Dolar Kanada (CAD), Dolar Selandia Baru (NZD) dan sejumlah mata uang asing minor seperti Rubel (RUB) dan Rand Afrika Selatan (ZAR), semuanya cenderung naik di pasar yang "berisiko". Hal ini karena ekonomi mata uang ini sangat bergantung pada ekspor komoditas untuk pertumbuhan, dan komoditas cenderung naik harganya selama periode berisiko. Hal ini karena para investor memprakirakan permintaan bahan baku yang lebih besar di masa mendatang karena meningkatnya aktivitas ekonomi.
Sejumlah mata uang utama yang cenderung naik selama periode "risk-off" adalah Dolar AS (USD), Yen Jepang (JPY) dan Franc Swiss (CHF). Dolar AS, karena merupakan mata uang cadangan dunia, dan karena pada masa krisis para investor membeli utang pemerintah AS, yang dianggap aman karena ekonomi terbesar di dunia tersebut tidak mungkin gagal bayar. Yen, karena meningkatnya permintaan obligasi pemerintah Jepang, karena sebagian besar dipegang oleh para investor domestik yang tidak mungkin menjualnya – bahkan saat dalam krisis. Franc Swiss, karena undang-undang perbankan Swiss yang ketat menawarkan perlindungan modal yang lebih baik bagi para investor.
Được in lại từ FXStreet_id, bản quyền được giữ lại bởi tác giả gốc.
Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Quan điểm được trình bày hoàn toàn là của tác giả và không đại diện cho quan điểm chính thức của Followme. Followme không chịu trách nhiệm về tính chính xác, đầy đủ hoặc độ tin cậy của thông tin được cung cấp và không chịu trách nhiệm cho bất kỳ hành động nào được thực hiện dựa trên nội dung, trừ khi được nêu rõ bằng văn bản.


Tải thất bại ()