Rencana Output OPEC+ Redam Optimisme Kesepakatan AS-China, Minyak Merosot

avatar
· Views 27
  • Harga minyak turun tiga hari berturut-turut: Brent ke USD64,63, WTI ke USD60,43, didorong rencana OPEC + menaikkan output.
  • Efek sanksi AS terhadap Lukoil dan Rosneft terbatas karena surplus kapasitas global.
  • Optimisme kesepakatan dagang AS-China tetap menopang harga meski dampak jangka pendek.

Ipotnews -- Harga minyak kembali merosot, Selasa, menandai hari ketiga penurunan berturut-turut, karena rencana OPEC + untuk meningkatkan output lebih dominan dibanding optimisme terhadap kemungkinan kesepakatan dagang antara Amerika dan China.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, melorot 99 sen atau 1,51% menjadi USD64,63 per barel pada pukul 15.07 WIB, demikian laporan  Reuters  dan  Bloomberg,  di Beijing, Selasa (28/10).
Sementara, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), menyusut 88 sen atau 1,47% jadi USD60,43 per barel.
"Trader menimbang kemajuan pembicaraan dagang AS-China sekaligus prospek pasokan minyak secara lebih luas," kata ANZ.
Penurunan harga ini mengikuti lonjakan mingguan terbesar sejak Juni pada pekan lalu, menyusul keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menjatuhkan sanksi terkait Ukraina terhadap Rusia, menargetkan perusahaan minyak Lukoil dan Rosneft. Investor masih mengevaluasi seberapa efektif sanksi tersebut terhadap Rusia.
Sumber yang mengetahui pembahasan OPEC + mengatakan kelompok ini -- yang terdiri dari Organisasi Negara Eksportir Minyak ( OPEC ) beserta sekutunya termasuk Rusia -- cenderung melakukan peningkatan output moderat pada Desember.
Setelah bertahun-tahun mengekang produksi untuk mendukung harga, OPEC + mulai mengurangi pembatasan output sejak April.
Di sisi lain, prospek kesepakatan dagang antara AS dan China tetap menjadi faktor dukungan pasar, mengingat kedua negara merupakan konsumen minyak terbesar di dunia. Pertemuan antara Trump dan Presiden China Xi Jinping dijadwalkan pada Kamis di Korea Selatan.
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, dalam percakapan telepon dengan Menlu AS Marco Rubio, Senin, menekankan harapan Beijing agar Washington "mampu menempuh jalan tengah untuk mempersiapkan interaksi tingkat tinggi" antara kedua negara.
Menanggapi sanksi AS, Lukoil, produsen minyak terbesar kedua di Rusia, Senin, mengumumkan akan menjual aset internasionalnya. Itu merupakan langkah paling signifikan yang dilakukan perusahaan Rusia sejauh ini menyusul sanksi Barat terkait perang Rusia di Ukraina yang dimulai pada Februari 2022.
Menurut Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA), Fatih Birol, sanksi terhadap negara eksportir minyak memang berpotensi mendorong harga, tetapi efeknya terbatas karena masih ada surplus kapasitas produksi.
Secara umum, pelaku pasar menilai sanksi ini hanya berdampak jangka pendek, sementara potensi kehilangan pasokan jangka menengah hingga panjang dianggap terbatas. Kelebihan pasokan kemungkinan besar akan tetap memberi tekanan pada harga, menurut catatan Haitong Securities. (Reuters/Bloomberg/AI)

Sumber : Admin

Tuyên bố miễn trừ trách nhiệm: Quan điểm được trình bày hoàn toàn là của tác giả và không đại diện cho quan điểm chính thức của Followme. Followme không chịu trách nhiệm về tính chính xác, đầy đủ hoặc độ tin cậy của thông tin được cung cấp và không chịu trách nhiệm cho bất kỳ hành động nào được thực hiện dựa trên nội dung, trừ khi được nêu rõ bằng văn bản.

Bạn thích bài viết này? Hãy thể hiện sự cảm kích của bạn bằng cách gửi tiền boa cho tác giả.
avatar
Trả lời 0

Tải thất bại ()