Rupiah Menguat Tipis Didukung Optimisme Donald Trump Dan Xi Jinping

• Rupiah menguat tipis ke level Rp16.608 per dolar AS pada Selasa (28/10), didorong oleh optimisme pasar menjelang pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping pekan ini.
• Sentimen global positif juga dipicu oleh pelemahan indeks dolar AS dan ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga, seiring data inflasi yang melemah dan ketidakpastian ekonomi AS.
• Dari dalam negeri, kepercayaan terhadap kebijakan fiskal pemerintah turut menopang rupiah. Pemerintah fokus pada efisiensi belanja dan peningkatan penerimaan pajak untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mempercepat pertumbuhan.

Ipotnews - Nilai tukar rupiah menguat tipis terhadap dolar dalam perdagangan hari ini, karena meningkatnya optimisme pelaku pasar terhadap prospek pertemuan antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping pada pekan ini.
Mengutip data Bloomberg, Selasa (28/10) pukul 15.00 WIB, kurs rupiah akhirnya ditutup pada level Rp16.608 per dolar AS, menguat 13 poin atau 0,08% dibandingkan posisi akhir perdagangan Senin (27/10) di Rp16.621 per dolar AS
Menurut pengamat ekonomi, mata uang, dan komoditas Ibrahim Assuaibi, penguatan rupiah hari ini didorong oleh meningkatnya sentimen positif global, terutama dari kabar rencana pertemuan antara dua pemimpin ekonomi terbesar dunia itu, yang dijadwalkan bertemu pada Kamis besok di Korea Selatan.
"Beijing berharap Washington dapat mencapai kesepakatan di tengah jalan untuk mempersiapkan interaksi tingkat tinggi antara kedua negara. Menteri Luar Negeri Wang Yi menyampaikan hal ini kepada Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio melalui panggilan telepon pada hari Senin," tulis Ibrahim dalam publikasi risetnya, sore ini.
Ia menambahkan, sentimen eksternal turut diperkuat oleh pelemahan indeks dolar AS setelah data inflasi konsumen yang lebih lemah dari perkiraan, yang semakin memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga acuannya dalam waktu dekat.
"Ketidakpastian yang lebih luas atas ekonomi AS, terutama pasar tenaga kerja yang mendingin dan penutupan pemerintah yang sedang berlangsung juga diperkirakan akan mendorong pelonggaran lebih lanjut oleh The Fed," sebut Ibrahim.
Selain itu, pasar juga merespons langkah terbaru AS yang kembali menjatuhkan sanksi terhadap Rusia terkait perang di Ukraina. Presiden Trump disebut telah menargetkan dua raksasa energi Rusia, Lukoil dan Rosneft. Menyusul sanksi tersebut, Lukoil menyatakan akan menjual aset internasionalnya--sebuah langkah yang mencerminkan tekanan besar terhadap sektor energi Rusia.
Dari dalam negeri, rupiah juga ditopang oleh keyakinan terhadap kebijakan fiskal pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan pengelolaan utang negara.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memaparkan bahwa pemerintah akan terus fokus menjaga efisiensi belanja serta memperkuat penerimaan pajak untuk menekan defisit dan menurunkan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Per Juni 2025, total utang pemerintah tercatat Rp9.138,05 triliun atau 39,86% terhadap PDB, dengan mayoritas berupa Surat Berharga Negara (SBN).
"Oleh karena itu, pentingnya pengeluaran pemerintah yang optimal agar berdampak maksimal pada perekonomian. Strategi yang pertama adalah anggarannya dibelanjakan, tepat sasaran, tepat waktu, tidak ada kebocoran, optimalkan dampak anggaran ke perekonomian," ungkap Ibrahim.
Efektivitas belanja pemerintah menjadi faktor penting dalam mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Belanja yang efisien dan tepat sasaran diyakini akan mempercepat laju ekonomi, seiring perbaikan di sektor penerimaan dan penguatan sektor riil, yang pada akhirnya turut meningkatkan penerimaan negara.(Adhitya/AI)

Sumber : admin